Sedekah yang seharusnya menjadi pemberian ikhlas selalu menjadi pro-kontra yang diperdebatkan tiada akhir. Hal ini disebabkan oleh masyarakat kita yang konon "terlalu baik" dalam bersedekah sehingga oknum-oknum pengemis di pinggir jalan menjadi marak.
Lantas manakah yang akan menang antara kelompok "pro" dan "kontra" dalam menilai keikhlasan?
Pro
Kelompok "Pro" mengatakan bahwa sedekah memiliki beberapa kelebihan, pada utamanya adalah untuk mengetuk pintu langit dan berharap ridha dari Tuhan seluruh alam, Allah Subhanahu Wa'taala.
Seperti yang sudah pernah saya singgung di artikel Ramadhan, Ketika Harapan Tergantung di Langit, penelitian di Universitas Zurich (2016) mengatakan bahwa sedekah dapat meningkatkan taraf kebahagiaan seseorang. Hal inilah yang menjadi alasan utama mengapa masih banyak orang yang memberi sedekah kepada pengemis di pinggir jalan.
Mereka tidak pandang hulu siapa yang diberi, karena kebahagiaan itu datangnya dari hati. Selain memberi kebahagiaan, sedekah digadang-gadang juga dapat memanjangkan umur, menyembuhkan penyakit, menolak bala/musibah, serta memperbanyak rezeki.
Hal ini diperkuat dengan sabda Rasulullah Shallallahu'alaihi Wa sallam bahwa:
"Sesungguhnya sedekahnya orang muslim itu dapat menambah umurnya, dapat mencegah kematian yang buruk, Allah akan menghilangkan darinya sifat sombong, kefakiran, dan sifat bangga pada diri sendiri." (HR. Thabrani)
Sebagai muslim yang berpegang teguh pada agama, terlebih di bulan Ramadhan, pasti banyak orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan, semisal bersedekah ini. Mereka tidak lagi melihat apakah pengemis itu bohongan, palsu, punya rumah gedongan dan lain-lain. Yang mereka harapkan hanya keridhoan agar sedekah yang disampaikah mampu menembus langit dan pahala dari Allah SWT.
Sedekah juga tidak mengurangi harta. Beberapa orang mungkin hanya memberikan 1.000-5.000 pada pengemis, dimana nominal itu tidak cukup besar, apalagi signifikan untuk mengurangi harta. Alasan ini dipakai oleh orang-orang yang senang berbagi.
Kontra
Jika kelompok "pro" lebih diisi dengan hubungan kepada Tuhan, kelompok "kontra" diisi dengan dampak pemberian sedekah itu yang justru menjadi tuman bagi kelompoknya yang merasa sudah lelah bekerja.
Pengemis dengan kaki pura-pura buntung, pura-pura lumpuh, pura-pura terluka, mungkin sudah asing lagi di telinga kita. Anehnya usaha mereka untuk menjadi pengemis sangat totalitas, bahkan cukup "menyakitkan" bagi saya.
Seperti kejadian yang viral baru-baru ini, dimana kelompok TNI memergoki seorang pengemis yang ternyata pura-pura buntung. Pengemis tersebut memakai celana berlapis-lapis untuk menyembunyikan kakinya yang sengaja dilipat ke belakang agar kelihatan buntung. Usaha ini bagi saya sangat menyakitkan. Melipat kaki ke belakang, apalagi dilakukan hampir seharian bukan perkara mudah. Apalagi ketika dipaksa masuk dalam celana yang berlapis-lapis.
Kejadian seperti ini bukan hanya sekali, tapi berkali-kali, bahkan sudah sangat marak diberitakan di televisi ataupun media sosial. Walau banyak juga yang tertangkap, namun anehnya usaha para pengemis palsu ini tidak pernah ada habisnya.
Konon, maraknya pengemis palsu ini dikarenakan sifat belas kasih orang-orang kita yang senang memberi. Maka dari itu pemerintah akhirnya banyak memberlakukan peraturan denda bagi mereka yang memberikan uang pada pengemis di jalan.
Denda ini mulai banyak diberlakukan di kota-kota besar, seperti Palembang dan Malang. Dilansir dari beritatagar.id, pemberi uang pada pengemis di Palembang, akan dikenakan denda sebesar 50 juta rupiah dan hukuman penjara selama 3 bulan. Sementara itu di Malang, seperti yang terlansir dalam malangtimes.com, para pemberi uang pengemis di Malang akan dikenakan denda sebesar 1 juta rupiah.
Jalan tengah
Sejatinya, pro dan kontra tidak pernah memiliki pemenang. Seperti debat yang dipertandingkan dalam sebuah perlombaan, setiap tim memiliki argumen dan fakta yang tidak bisa terbantahkan. Jika salah satu fakta lebih kuat daripada fakta yang lain, maka tidak akan ada pro-kontra, karena jelas siapa yang akan menang. Maka dari itu, pro-kontra timbul akibat fakta dan argumen yang imbang, sehingga penting bagi kita untuk mencari jalan tengah.
Untuk permasalahan sedekah ini, jalan tengah yang memungkinkan untuk diambil adalah bersedekah di lembaga-lembaga resmi. Banyak lembaga resmi sekarang ini yang telah menyalurkan sedekah kepada mereka yang kurang mampu, seperti badan amil zakat, infaq dan sedekah.
Untuk yang tidak ingin ribet pergi jauh, kita juga bisa bersedekah melalui lembaga-lembaga online seperti kitabisa.com. Dengan hashtag Halo #OrangBaik, kitabisa.com banyak menggalang dana untuk mereka yang membutuhkan. Mulai dari biaya pengobatan, acara buka puasa, santunan anak yatim, hingga beasiswa.
Uniknya, kitabisa.com juga memanfaatkan media sosial seperti facebook dan instagram untuk menggalang perhatian millenial untuk memberikan sedekah pada mereka yang membutuhkan. Sungguh sebuah langkah yang bagus untuk memperkenalkan manfaat sedekah pada generasi millenial.
Selain kitabisa.com, masih banyak lembaga penyalur sedekah yang bisa kita manfaatkan tanpa harus ribet-ribet bertransaksi secara langsung, seperti Nu-care, rumahamal.org, dompetdhuafa.org, sedekahonline.com, dan lain-lain.
Dengan begitu, sedekah kita masih tetap akan berjalan, tanpa harus memperdebatkan pro-kontra untuk keikhlasan.
Salam,
Tutut Setyorinie, 14 Mei 2019.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H