Mohon tunggu...
Tutut Setyorinie
Tutut Setyorinie Mohon Tunggu... Lainnya - Pegiat Lingkungan

Warga Bekasi. Bermukim dekat TPST Bantar Gebang. Sedang belajar mengurangi sampah dengan 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒐𝒎𝒑𝒐𝒔 dan 𝒅𝒊𝒆𝒕 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒕𝒊𝒌. Yuk, bareng!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen ǀ Sri Rahayu

24 Oktober 2016   08:25 Diperbarui: 24 Oktober 2016   23:37 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Sri Rahayu. Siapapun di desa Makasari pasti mengenal perempuan yang satu itu. Cantik, tinggi, putih, dan  idola pemuda seluruh desa. Banyak juga yang memanggilnya si ayu—bukan karena singkatan namanya, tapi karena cerminan wajah Rahayu yang memang sangat ayu.

“Menikahlah denganku, yu.Aku akan membangun rumah tingkat sepuluh untukmu,” rayu Podan suatu kali. Podan adalah pemuda asal batak yang saat ini paling gencar menjadikan Rahayu seorang istri.

Sedang Rahayu hanya tersenyum. Kata orang, Rahayu memang tak banyak bicara. Itu mengapa semua orang tak pernah marah kala Rahayu tak membalas pertanyaan atau sapaan mereka.

“Kau mau makan spagethi setiap hari? Atau naik ferarri kemanapun kau pergi? Aku mampu, yu. Asal kau menikah denganku.”

Malam itu Podan ingin sekali menggenggam tangan Rahayu yang katanya sehalus debu. Tapi usahanya lagi-lagi gagal. Tangan Rahayu lepas dari pandangan. Kembang desa itu tiba-tiba membetulkan poninya.

“Kulihat kau sangat suka warna ungu. Tenang, yu. Semua rumah kita akan bernuansa ungu. Pagar kita ungu. Mobil kita ungu. Kalau bisa seragam security kita juga warna ungu. Apapun untuk membuatmu bahagia, akan abang lakukan yu.”

Rahayu kali ini diam mendengarkan. Ia menatap lelaki di hadapannya. Sedang Podan akhirnya berhasil menangkap tangan mungilnya dalam genggaman.

“Abang janji akan membahagiakanmu, yu. Abang akan bekerja siang malam untuk membuat istana kita.”

Rahayu tersenyum. Dan ini hanya berarti satu pertanda. Rahayu bersedia dipinang lelaki berdarah batak tersebut. Podan berteriak keras. Dan keesokan harinya desa Makasari diselimuti rasa bahagia bercampur tak percaya.

Benarkah si kembang desa telah menjatuhkan pilihannya?

Mungkin hari itu akan dicatat dalam sejarah. Hari perkawinan paling megah yang pernah ada di desa Makasari. Jalanan desa tak lagi berfungsi seperti biasanya. Jalan itu kini penuh oleh arak-arakan pengantin yang membawa seserahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun