Karena tak kulihat lagi ruap asap kendaraan.
Atau jejak kaki orang yang menginjakku dengan tak berperasaan.
Kini, yang kulihat hanyalah petak-petak mawar yang sangat menawan.
Mulai dari merah, putih, hitam dan juga keunguan.
Mereka tumbuh subur seakan pemiliknya memberi pupuk terus-terusan.
Berbeda denganku—yang bahkan disiramipun jarang.
Kulihat malaikat Tuhan itu datang lagi.
Ia masih cantik dengan polesan merah di bibir yang kukenal sebagai lipstik.
Tangannya menyentuh batang leherku yang kemarin dulu patah tercabik.
Kini baru kusadari, ia memperbannya dengan sehelai kain yang terasa lembut sekali.
Dan dikokohkannya kayu penyangga yang membuat tubuhku tetap berdiri.