Ini kali sudah kesekian S Aji menulis kekaguman tiada henti pada puisi.Â
Semoga kau yang sudi membuang detik membacanya tiada jengah dan muntah-muntah sebelum tiba di paragraf terakhirnya. Sebab bisa jadi, bukan karena kesaksian atas "yang puitis" sebagai sebab tunggal yang membuatmu semerana itu. Berpikirlah kemungkinan lain: mungkin kau sedang ngidam di musim yang salah atau kau masih mabuk kesepian di hari yang masih itu-itu saja. Dan, andai dua hal ini gugur sebagai alasan, maka satu yang perlu kau pikirkan, kau telah terlalu kaku dan berdebu. Waktu telah meremukmu! Hmmm.
S Aji memang sedang mendengarkan beberapa lagu sekarang ini. Mendengarkan dengan sungguh mengikhlaskan telinga menyambungkan dirinya dengan lirik, senandung, musik kedalam geliat emosi pada seluruh pengalaman kebertubuhan diri(nya). Â
Mengapa harus menyebut pengalaman kebertubuhan manusia?Â
Sebab kata guru S Aji, berpuisi adalah karunia milik manusia yang hanya bisa diproduksi dan dinikmati oleh manusia. Malaikat dan lain-lain tidak.
Penting menggarisbawahi pengalaman manusia bukan jenis-jenis manusia. Sebab jika kau yang sok rasional, berjarak dalam kekeringan emosi, lantas berlagak kritis dan telah merasa diri sedang memegang kunci-kunci dari rahasia memaknai peristiwa yang kau baca di media massa lantas meletakkan tutur puitik sebagai ungkap kecengengan dan kelebayan diri, maka kata guru saya lagi, tolong tunjukan filosof mana yang tidak menulis puisi. Paling kurang, membaca dan mengomentarinya.
Tapi S Aji tidak membicarakan puisi dalam kritik atas rasionalisme kering yang tak bisa berkata-kata ketika ilmu pengetahuan menghadirkan panggung besar bagi manusia untuk bunuh-bunuhan dan politik membenarkannya atas nama kedaulatan dan nasionalisme yang mabuk itu.
Masih tidak percaya rasionalisme sok mengontrol itu tidak berbahaya bagi hidupmu? Bertanyalah pada Mbah Adorno dan Mbah Horkheimer.
S Aji hanya ingin bicara tentang tiga lagu dengan tutur puitika yang membawa pengalaman kebertubuhan manusia menjumpai pengertian yang menyegarkan. Pengertian yang bisa jadi sebelumnya belum terbayangkan oleh jenis tutur yang memaksa diri ketat pada data dan logika.Â
Lagu apa saja itu?