Saya menemukan lelaki itu. Menemukan, bukan menjumpai.
Pada sebuah rak buku di Gramedia. Ia melepas kacamatanya yang tebal, mengusap matanya yang basah.
“Ada apa, Pak?”
Dia diam saja. Ujung mantel yang menutup tubuhnya dipakai mengusap pula hidungnya yang isak.
“Bapak siapa?” tanyaku. Penasaran. Seorang lelaki separuh baya dengan mantel, kaca mata tebal dan rambut yang licin disisir menangis di depan rak buku. Di negeri tropis, orang gemar membakar buku tanpa perlu tahu isinya lebih dahulu. Lelaki ini kok malah menangis?
Dia diam, tetap membisu. Ganti saya yang cemas. Jadi saya pergi mencari petugas. Selekas mungkin kembali dengan seorang Satpam.
“Bapak kenapa?” tanya Satpam. Saya di sampingnya, menunggu jawab.
Masih diam juga. Tapi kali ini tidak seperti tadi. Sudah tidak sedih di depan rak buku.
“Tolong panggilkan petugas buku,” pintanya tiba-tiba.
“Petugas buku?”
“Iya, petugas yang memajang buku di rak ini.”