Pada akhirnya gairah kepo mengantar saya menyaksikan wawancara klarifikasi Mario Teguh di Kompastv. Tapi sebelum jauh berkata-kata, saya juga perlu melakukan klarifikasi atas klarifikasi si pemilik “Salam Supeer” juga “Sahabat saya yang baik hatinya” ini.
Anda boleh juga bilang kekepoan saya adalah keinginan menumpang beken. Ini oke juga, sah.
Pertama, gairah kepo saya tidak dirangsang oleh sejenis penasaran akan kebenaran. Maksudnya adalah tidak ada urusannya benar Mario Teguh atau yang mengaku anaknya itu.
Karenanya juga, ini tidak untuk terlibat pergunjingan digital dan menyerahkan diri dalam polarisasi antara pecinta motivasinya atau yang berdiri di sisi seberang, para penjijik.
Kedua, tidak juga karena dirangsang oleh keterjagaan dan kemuakan terhadap “politik industri tontonan” yang tetiba bergemuruh lantas berlomba-lomba menjadi “industri tontonan paling otoritatif” dalam menjelaskan duduk masalah kasus ini.
Keterangsangan saya mula-mula karena ingin menyimak seperti apa seorang motivator dihajar oleh masa lalunya dengan serangan yang “mematikan”.
Serangan mematikan itu, kita tahu, karena motivator paling top sesudah Soeharto lengser ini, sering menunjukan romantika cinta ideal yang bukan saja berupa kata-kata puitis namun juga dalam foto-foto keseharian. Komplitnya, motivator tentang hidup yang sukses cinta, berkeluarga dan karir.
Dengan kata lain, serangan masa lalu ini mau bilang kalau si motivator adalah omong kosong romantika cinta. Dalam sejarahnya, motivator kita ini pernah menelantarkan anak dari pernikahan yang sekarang sudah berusia bapak-bapak juga. Demikian yang berserak di media massa.
Jadi motif saya menyimak wawancaranya di Kompas tv yang dipublish di Youtube dan dipecah dalam empat penggal adalah hanya sekedar melihat kemampuan si motivator menanggapi serangan atas dirinya. Apakah ia selihai mengomentari pertanyaan audiens atau seperti apa?
Dan dari wawancara itu, saya kira si motivator masih sebagai pemenang atas serangan tersebut.
Ia tetap tenang dan tetap bisa berkata-kata yang seperti dalam pertunjukan Golden Ways-nya. Karena yakin dia masihlah pemenang, saya berpindah pada keterangsangan berikutnya.