Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pak Presiden, Jangan Bikin Kami Kehilangan Harapan!

27 Januari 2015   16:44 Diperbarui: 19 Februari 2020   08:53 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo didampingi Panglima TNI, Kapolri, Kepala BIN, Kepala Staf Angkatan Darat, Kepala Staf Angkatan Laut, dan Kepala Staf Angkatan Udara menggelar jumpa pers di halaman belakang Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2014). Jumpa pers ini terkait pembaharuan alutsista, intelejen negara, dan juga kesejahteraan anggota TNI dan Polri. (TRIBUNNEWS/HERUDIN)"]

Selamat pagi pak Presiden! 

Di hari-hari yang gaduh ini, apa yang Anda bicarakan dengan Ibu Iriana menjelang tidur? Sudahkah Anda menelepon ibunda Pak Presiden? Ibu Iriana dan ibunda Anda adalah ruang paling privat, lingkaran paling dalam dari keseharian hidup Anda. Semoga mereka tetap menjaga Anda dari kewarasan, keberanian, dan keberpihakan pada kebenaran. 

Pak Presiden, saya mau cerita satu kisah kecil. Kisah dari orang-orang yang jauh dari lingkaran kekuasaan, jauh dari hiruk-pikuk kegaduhan, jauh dari pemberitaan media massa. Orang-orang kecil yang pada tanggal 9 Juli 2014, memutuskan memilih Anda dan turut menyumbang suara yang membuat prosentase suara Anda menjadi 53,15%. 

Mereka adalah penduduk desa yang ada di Kalimantan Tengah. Pak Presiden, kalau menggunakan bahasa Anda di dalam Nawacita, maka orang-orang kecil yang saya maksud adalah orang-orang yang sering kali merasakan negara yang absen. Paling kurang, negara yang malas-malasan. 

Bagaimana tidak, Anda bayangkan saja: berpuluh tahun, sejak sebelum merdeka, keturunan mereka hidup di bantaran sungai tanpa menikmati fasilitas penerangan/listrik negara. Tidak memiliki fasilitas air bersih yang di-support negara. 

Mereka juga tak memiliki akses jalan darat. Keluar-masuk menggunakan perahu yang menggunakan BBM. Jadi, jika BBM dinaikkan, di sini sudah naik duluan.

 

Anak Sekolah dan Jamban | Dok. Pribadi
Anak Sekolah dan Jamban | Dok. Pribadi
Pak Presiden, di sungai inilah, hidup sehari-hari mereka dimulai dan berhenti. Setiap pagi tiba, anak-anak kecil akan mandi lalu bersiap ke sekolah. Tak lama kemudian, kaum perempuan akan mencuci baju, mencuci beras, membersihkan ikan, atau mencuci piring bekas makan. 

Kaum lelaki sudah bergegas mencari ikan yang makin susah diperoleh. Lalu, ketika sore menjelang, di sini juga aktivitas itu berpusat. Anak-anak kecil, kaum perempuan dan lelaki mandi lalu masuk ke rumah mereka masing-masing untuk melewati gelap hingga pagi tiba lagi. Sekarang ini penerangan mereka hanya lampu tenaga surya. 

Bagi mereka yang punya sedikit uang, bisa membeli bensin, menghidupkan genset, dan menyalakan televisi. Sebagian besar penduduk di sini adalah nelayan tradisional. Mereka hidup dari perikanan tangkap yang sangat bergantung pada putaran musim. Di musim kemarau datang, mereka akan bersiap bercocok tanam. Tapi di musim penghujan, ikan yang ditangkap tidak juga cukup untuk menunjang pendapatan ekonomi rumah tangga. Ekonomi rumah tangga mereka mudah sekali collapse sewaktu-waktu. 

Pak Presiden, perkampungan seperti ini rasanya masih banyak di Indonesia bukan? 

Hari-hari menjelang dan saat Anda dipilih, saya berada di kampung ini. Kampung ini hanya dihuni 400-an Kepala Keluarga. Dalam sebuah obrolan ringan, beberapa penduduk bertanya kepada saya, "Siapa yang seharusnya kita pilih?" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun