Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mimpi dari Masa Lalu, Sedikit Catatan

18 April 2016   05:35 Diperbarui: 18 April 2016   23:19 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sudah seminggu saya melewati kesibukan yang maraton, sesudah satu selesai bersambung dengan yang baru. Dalam tiap-tiap perpimdahan estafet kesibukan itu, saya harus membuat laporannya. Lumayan, cukup menyita energi tenaga dalam. Saking menyita tenaga dalam sampai-sampai harus mengalami mimpi yang unik. Termasuk yang baru saja terjadi sebelum terjaga subuh begini, lantas bangun, cuci muka dan menyeduh kopi.

Mimpi yang saya alami adalah sekuel yang membawa diri ke lipatan masa lalu ingatan. Tiga malam beruntun pula. Lipatan ingatan itu sendiri kenangan yang sudah lama tertimbun dan hampir tidak pernah saya kunjungi. Gambarnya adalah teman-teman di saat kuliah dulu. Kuliah yang memaksa jauh dari rumah dan merintis jalan hidup sebagai perantau muda dari Timur Indonesia, cieeeh kayak judul sinetrong.

Pertama, mimpi bertemu teman kuliah, seorang mahasiswi, di awal-awal mengalami perguruan tinggi. Dia adalah teman yang sama-sama mengalami hari naas di kala OSPEK di hari terakhir. Saat itu masih subuh dan kami sama terlambat. Seorang senior gondrong namun ceking langsung saja “membantai saya” dengan bentakan juga perintah dalam bahasa lokal Melayu-Manado yang belum sepenuhnya tersambung dengan dunia bahasa sehari-hari saya. Jadi bayangkan saja kebingungan luar biasa yang melanda: saya tahu sedang dimarahi tapi tidak tahu sedang diperintah apa. Walhasil jadi bulan-bulanan, sialan. Sementara teman mahasiswi yang belakangan ternyata kita satu jurusan lolos dari hukuman yang menjadi-jadi.

Dalam perkuliahan awal, ketika kebanyakan mata kuliah masih bersifat dasar, beberapa kali kami terlibat tugas paper berkelompok. Keakraban kami terbangun dengan baik, selain teman mahasiswi ini ada juga dua yang lain dan kebetulan perantau dari Jakarta. Terlebih lagi ketika memasuki matakuliah tingkat lanjut seperti sosiologi agama, sosiologi pembangunan atau sosiologi pengetahuan.

Matakuliah keahlian ini sering memaksa kami mengerjakan tugas secara mandiri, menjadi pribadi yang bertanggungjawab sendiri-sendiri. Kami sering berdiskusi untuk tugas-tugas mandiri ini. Asiknya dalam diskusi-diskusi itu, di ruang kuliah bukan di rumah, dia sering sekali menanyakan kabar orang tua di kampung dan sesekali membawa rantang makanan karena tahu nasib perantau.

Tahu nasib perantau? Kalau sudah lupa, dengar saja lagu dari band Panbers. Begini beberapa penggal liriknya:

Kutinggalkan sanak saudara, kutinggal kampung halaman, kutinggalkan kasih tersayang
Mengadu nasib di negeri orang
Begini nasib orang perantau mengadu nasib di negeri orang
Derita ditanggung sendiri, bahagia yang selalu dicari

Teman mahasiswi ini mungkin pernah mendengar lagu band Panbers, mungkin dari lagu yang didengar ayahnya di rumah. Ia jadi ingat teman kuliahnya yang pergi jauh dari rumah. Ingat teman-teman yang menjalani derita sendiri dan berjuang untuk bahagia kecilnya masing-masing. Sudah perantau, jomblo pula, aaaiih.

Hampir dua dasawarsa saya sudah tidak tahu kabar teman yang baik hati ini. Terakhir yang saya tahu ia tidak kemana-mana, sesudah kuliah pulang ke kampungnya di kabupaten Bolaang Mongondow, mungkin menjadi PNS dan ibu rumah tangga. Sementara saya terus melanjutkan rute merantau, Timur ke Barat belum penuh coi.

Kedua, mimpi yang menghadirkan sosok teman mahasisiwi yang tidak seangkatan, tidak satu jurusan tapi juga perantau. Jarak merantau dia dengan saya sama halnya jarak angkatan masih menang saya (maksudnya tuaan saya, haghaghag).

Teman yang baik hati ini juga merupakan rekan diskusi yang lebih sering tidak mengerti apa yang saya pikirkan, hahaha rasain. Karena saat itu saya sudah kebagian tugas untuk belajar hidup pada teman-teman difabel, Tuna Netra. Ia turut mengalami persahabatan luar biasa dengan teman-teman Tuna Netra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun