Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Matinya Kopi

2 Oktober 2016   08:17 Diperbarui: 2 Oktober 2016   10:27 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepada perempuan yang menjadi Ibu.

Orang-orang mencumbui kopi serasa likat itu sendiri. Sebagai pikiran yang berjaga, jiwa-jiwa bergairah. Mata menyala bara, mulut dalam sesak kunyah cerita. Di kota-kota yang bengkak dari tangis kalah atau di pinggir malam warung singgah prostitusi dua belas ribu rupiah, sama kental lagi keras.

Orang-orang meratapi kopi selayaknya hitam itu sendiri. Menulis hari malang, hidup tak berbilang getir, tak berjumlah sedih. Tak tertampung derita, tak teramal petaka. Hanya riwayat gelap dan sesat atau seperti labirin dan komidi putar: kelelahan di pusaran.

Orang-orang menangisi kopi serasa telah pahit abadi. Dan ketika aku tenggelam ke mulut mereka, aku adalah tragis kematian tanpa penciptaan. Bayi yang diruwat aborsi.

2016
***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun