Wahai jiwa-jiwa selaksana:
gunung rekah, laut gelisah, tanah pekuburan, jalan-jalan patah,
atau pagi yang lupa diri dan senja yang berkhianat,
juga malam-malam laknat.
sedang datang kabar gembira
dari sebuah kelahiran
kelahiran puitika,
dibidani senjakala
Ia tertawa,
dimandikan malam dingin,
ia tersenyum manis,
dan ketika hari-hari memaksaku terlelap,
dengan mata terbuka, tangan-tangan terkepal
sebuah Mata Kail ia tulis di mataku:
Untuk menangkap ikan yang berenang-renang bebas
di matamu,
aku butuh mata kail setajam cemburu
menjerat pandang tanpa selembar benang.
Untuk memanen ikan yang berlompatan riang
dari setiap tatapanmu,
aku memasang umpan paling pandai berperan
seperti keniscayaan agama pada orang-orang bebal.
Mata Kail yang menjaga lelapku,
bersiaga dari politik matamu!
[2016]
***
*). Puisi Mata Kail ditulis oleh Mugya Syahreza Santosa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H