[caption id="attachment_417491" align="aligncenter" width="346" caption="Hutang Dua Sahabat"][/caption]
"Kita cari bakso dulu Bang, saya belum makan. Mana sebentar pertemuan lagi", ujar Onto kepada Aman. "Makan di rumah saja", balas Aman mempercepat langkah. "Waduh, jangan merepotkan Ma Upi lagi Bang, saya gak enak", suara Onto berbunyi di antara perasaan tidak enak dan ingin makan bakso. " Gak enak kenapa lagi ? Ayo ja, kita sudah ditunggu pak Kades dan stafnya", perintah Aman seolah menutup percakapan.
Lalu perahu kecil bermesin itu berangkat, menembus malam yang baru saja dilepas oleh dzikir shalat Magrib.
Baru saja sore tadi, langit menghitam sebentar sesudah terik mentari membakar sepanjang pagi hingga jelang sore. Onto bersama Aman baru saja berpisah sesudah semalaman menghabiskan detik hingga lewat dini hari dengan bercakap seolah sahabat lama yang baru berjumpa. Sesungguhnya mereka adalah dua pribadi yang berjumpa dalam ikatan-ikatan kontraktual. Berjumpa karena pekerjaan.
Onto tahu, kerja yang dijalaninya bukanlah sembarang kerja. Sebuah kerja yang hanya akan berhasil jika dirinya mampu menjaga keseimbangan dua hal, Yakni  capaian-capaian formal pekerjaan, seperti menyelesaikan agenda dan target kerja bulanan dengan keberterimaan masyarakat atas kehadiran dan perannya. Dengan kata lain, ia bekerja sebagai bagian dari masyarakat di satu sisi dan bagian dari ikatan kontrak yang diberikan perusahaan di sisi lainnya.
Aman, yang baru dikenalnya, adalah pribadi ramah yang segera membuatnya merasa diterima. Selain setia menjemput dengan perahu kapan pun diperlukan tanpa banyak bertanya, lelaki yang dipanggil Abang olehnya adalah pribadi yang tumbuh dalam kebudayaan suku sungai. Baik dari cara pandang atau pun cara mencari makan. Pribadi yang dapat menjadi kawan untuk belajar perbedaan budaya.
Malam ini, mereka bekerjasama lagi.
***
Sesudah pulang dari pertemuan di rumah Pak Kades, Onto dan Aman pulang ke rumah Aman. "Kita nanti makan burung Punai ya, tapi malam ini belum ada. Gak apa-apa kan makan sekadarnya saja ?", tanya Aman pelan persis ketika langkah kaki mereka keluar dari halaman rumah panggung papan milik orang nomor satu di desa.
"Biasanya dapat berapa ekor sekali berburu Bang ?", Onto balik bertanya. Ada rasa penasaran yang begitu kuat untuk menikmati daging burung Punai hasil buruang Aman. Â Sudah dua bulan lebih Aman berjanji akan mengajaknya memakan daging burung yang serupa merpati itu. Aman dulu sering sekali berburu di hutan yang terletak di belakang desa.
"Ya bisa enam ekor, bisa lebih. Senapan anginnya juga sudah tua, dulu saya satu peluru satu ekor, sekarang bisa dua. Makanya saya tidak lagi rajin berburu seperti dulu. Kasihan juga Punainya, lama-lama habis, hehehe", jawab Aman sambil terkekeh.