[caption caption="Musisi Jalanan | holymonk.deviantart.com"][/caption]
Minggu keempat: terinspirasi film
pada kota yang celaka,
manusia senang menisan kedaulatannya,
memenjara doa kepada perburuan uang sahaja
setia menjadi seonggok rutin keserakahan
tapi menggerutu kerja di bawah air mandinya
lantas sendiri-sendiri menangis kelelahan
sembari terus merayu hatinya bertahan,
sedang aku hanyalah pengembara, dengan gitar yang tanpa senar
menyimpan syair cinta yang telah berdebu, dari negeri yang diremuk perang
bersama keringat harap gelandangan yang mabuk di dingin trotoar
di depan hotel tua,
kau datang, entah dari sudut sebelah mana,
mungkin dari desa-desa yang telah secelaka kota,
tanganmu menyodorkan senar-senar yang sekarat,
lama disunyikan kotak rindu yang pilunya berkarat
“Satukan ini.” Pintamu
hari masih menunda pagi, matahari belum kembali dari seberang
gelandangan masih terkantuk duduk di depan mimpinya yang gantian mabuk
syair gitarku menyatu gairah dalam senar pilu rindumu,
bernyanyi lantun cinta yang menggebuk debu,
menikam gelora gairah, menginjak-injak kepalsuan kota yang rutin
menendang kantuk mimpi gelandangan suntuk,
berganti tarian jiwa merdeka
di depan hotel itu ,
tarian jiwa merdeka membawa kita ke cakrawala,
melukis sebentar pelangi, lebih sebentar dari gerhana
lalu kembali dihempas ke bumi, berserak retak diinjak ketak ketuk ketik sepatu,
sepatu-sepatu pemenjara doa kedalam permujaan uang sahaja
pada kota yang celaka, di bumi yang fana
kita adalah pelangi yang tak selalu kembali setiap hari
ketika manusia menisan kedaulatannya ke dalam doa-doa pemuja uang sahaja
[2016]