Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Hari Nelayan dan Pesan Profesor

6 April 2016   12:11 Diperbarui: 6 April 2017   15:30 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kapal Phinisi Bugis. Sumber: tribunnews.com"][/caption]Rumah kayu panggung yang terletak di punggung bukit itu terlihat tenang. Di bawah langit kota Tomohon yang sejuk, rumah itu mengaurakan tempat bekerja sekaligus beristirahat yang dibutuhkan jiwa yang bergulat dengan pengembangan ilmu pengetahuan.

Saya dan tiga orang adik mahasiswa berjalan menuju pintu rumah tersebut. Mengetuk pintu dan mengucap salam, selamat sore. Tak lama munculah sesosok lelaki yang sudah sepuh. Rambutnya dipangkas tipis seperti kepala tentara yang disiplin. Rambutnya sudah rata memutih hingga alisnya. Bola matanya hitam menyiratkan endapan wawasan yang dalam juga kehangatan. Mata yang mengingatkan saya pada deskripsi Agatha Christie tentang Hercule Poirot.

Silaturahmi kami ke rumah yang teduh di bawah langit kota Tomohon didorong oleh keperluan akademik. Ketika itu, tahun 2008, Sulawesi Utara mendadak ramai dengan beberapa event internasional, salah satunya adalah World Ocean Conference dengan salah satu tema besarnya adalah tentang terumbu karang. Keramaian event internasional ini tidak berhenti sebatas konferensi semata. Pada level gagasan, ide ini ditindaklanjuti dengan satu disertasi Gubernur S.H Sarundajang yang mengembangkan warisan pemikiran Sam Ratulangi tentang Indonesia di Pasifik. Disertasi itu sendiri diuji dalam ruang sidang Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.

Relatif saat bersamaan, rezim SBY sedang mendorong visi ambisius berjudul MP3EI yang secara sederhana dapat dilihat sebagai rencana pembangunan kantong-kantong ekonomi strategis berbasis pulau, identifikasi sumberdaya alam, “budaya sosial-ekonomi”, juga infrastruktural. Visi MP3EI banyak dikritik terlalu pro modal dan mendorong pulau-pulau itu menjadi makin terbuka dalam kuasa pemodal. Sepintas dilihat, ada bau-bau model Tiongkok zaman Deng Xiaoping dalam visi ini, kalau tidak salah menduga. Hari ini, masih ada yang ingat MP3EI?

Ada pun kedatangan kami ke rumah yang tenang di Tomohon dalam maksud akademik adalah menjumpai salah satu figur penting dalam merintis kajian sejarah maritim di Asia Tenggara. Oleh Anthony Reid, sejahrawan bermazhab Total History yang menulis Kegemilangan Era Perdagangan di Asia Tenggara sekitar tahun 1400-1600-an, sosok ini disebut sebagai sejarawan yang mumpuni dan sangat demonstratif.

Sejarawan perintis kajian sejarah kawasan dan sejarah maritim Asia Tenggara itu bernama Prof. Adrian Bernard Lapian. Seingat saya, disertasinya yang diuji di UGM pada tahun 1985 tentang Orang Laut-Bajak Laut-Raja Laut baru ramai menghiasi ke rak-rak buku pada tahun 2000an sesudah diterjemahkan oleh Komunitas Bambu. Penerbitan yang terlambat sekali ya?

Kedatangan kami ke rumah beliau adalah untuk memohon kesediaannya menjadi pembicara kunci dalam sebuah semiloka kemaritiman. Semiloka ini sendiri adalah bagian dari usaha kecil mendesain wacana yang kembali mengemuka sesudah rezim pembangunan daratan gaya Orde Baru menemui takdir senjakalanya di tengah perubahan relasi dalam sistem dunia di mana Tiongkok muncul sebagai kompetitor paling serius untuk Amerika Serikat. Dalam pada ini, tak sedikit yang menduga bahwa persaingan keduanya akan banyak terjadi di Pasifik, antara lain lewat mekanism ASEAN-China Free Trade Area dan Trans Pacific Partnership. Selain bermain dalam kontrol ekonomi, dunia tahu jika Amerika Serikat sendiri secara berangsur-angsur sudah mulai memusatkan kekuatan militernya di salah satu satelit sekutu mereka, Australia.

Jadi, sederhananya, ada pergeseran kekuatan dan perubahan lansekap yang mendasar di level dunia serta respon nasional Indonesia, paling tidak dalam hemat kami kala itu. Ini sebaiknya ditangkap dalam pembacaan dari aras lokal sehingga paling sedikit dalam tahap awal kita memiliki peta dasar dunia yang berubah dan action plan yang mungkin dilakukan oleh anak-anak muda. Inilah yang menjadi motivasi paling kuat untuk bertemu Prof. Lapian demi meminta kesediaan beliau membagikan tafsir sejarahnya atas kecenderungan hari ini. Agar juga beliau boleh memberi kewaspadaan sekali pun terlambat kepada kami.

Karena tanggal hari ini diperingati sebagai Hari Nelayan Nasional, saya jadi terkenang dan merasa harus menuliskan pengalaman jumpa yang sungguh berharga. Saya sudah tidak mungkin menjumpai beliau lagi sebab Sang Maha Hidup telah memanggilnya pulang di tahun 2011 silam. Catatan ini sekaligus untuk merawat ingatan perjumpaan dengan beliau.

Dua Pokok Pesan Profesor Adri Lapian
Pertama, ketika memulai percakapan, profesor menunjukkan beberapa kajian sejarawan asing yang menelisik posisi Indonesia di Pasifik. Saya ingat kala itu sebuah buku berbahasa Perancis dengan data yang detail tentang sejarah perdagangan dan perkembangan mutakhirnya. Saya hanya manggut-manggut wong gak ngerti bahasa ibu Foucault, tragis. Lantas kemudian beliau menunjukan buku When China Rules The World karya Martin Jacques yang membahas kemunculan Tiongkok dan prediksi bahwa negeri Tirai Bambu ini akan membalik sistem dunia yang dikendalikan Amerika Serikat.

Pesan profesor saat itu adalah perhatikan dinamika dunia, khususnya dalam pertempuran geostrateginya. Lebih khusus adalah kemunculan Tiongkok, tentu saja. Kita harus membaca ini dengan baik dari sumber-sumber yang berlimpah lalu melihat celah apa rencana aksi di tingkat lokal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun