Pembuka dengan Rasa Penasaran. Hari masih pagi, kebanyakan penghuni masih terlelap. Jalanan juga terlihat lengang. Dingin.
Di sebuah tikungan, serombongan polisi sedang berjaga-jaga. Tampaknya mereka telah bersiaga sejak malam hari di situ. Rombongan ini terdiri dari dua atau tiga mobil patroli dan satu lagi mobil keranjang yang berisikan pasukan berseragam lengkap bersenjata laras panjang.
Kemudian komando diteriakkan. Tak ada perlawanan yang berarti.
Sebuah rumah dua lantai digrebek milik keluarga Miller. Keluarga Miller terdiri dari sepasang suami istri dan dua orang anak yang juga sepasang. Jamie Miller, anak lelaki mereka yang baru berusa 13 tahun adalah target penangkapan. Seisi rumah terkejut tapi tak ada kekerasan terjadi.
Mengapa menangkap remaja akil baligh dari keluarga menengah-bawah harus dengan selusin pasukan lengkap seolah-olah tersangka terorisme? Kejahatan macam apa yang sudah dilakukan Jamie Miller?
Keluarga macam apa yang menjadi ruang tumbuh sang anak? Apakah polisi salah tangkap---itu bermakna kejahatan yang dituduhkan melibatkan aktor dan jejaring yang lebih kompleks?
Semua pertanyaan ini menciptakan rasa penasaran yang mesti dituruti.
Serial Adolescence (yang dalam bahasa Indonesia berarti masa remaja) dimulai dengan teknik pembuka yang tepat. Ia menghidupkan rasa penasaran yang tidak rumit tapi dramatik. Dengan cara menunjukan peristiwa tak lazim di pagi hari: penggebrekan seorang remaja di sebuah rumah yang sederhana.
Lalu, pada momen paska-penangkapan Jamie Miller yang dituduh membunuh teman perempuannya dengan sebilah pisau pada malam sebelum ia ditangkap, kejutan lain yang dieksplorasi adalah dunia kecil yang membentuk prosedur penangangan tersangka di dalam kantor polisi selevel resort atau mungkin sektor.
Prosedur itu menggambarkan bagaimana seorang tersangka remaja dengan kejahatan serius seperti pembunuhan terencana diperlakukan. Sudut pandang dalam penceritaan dunia semacam ini tidak dengan menyoroti sang tersangka dan serangkaian pemeriksaan yang dilalui.