Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tanpa Puisi, Apa yang Memeluk Gerimis?

21 April 2024   19:34 Diperbarui: 22 April 2024   16:19 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jejak hujan di kaca kereta | dok: S Aji

hanya tersisa jalan basah,
langkah resah,tubuh melemah,
hati lelah, mata gelisah,
pikiran memerah,seperti batas gairah dalam senjakala.
tak lama lagi gelap, hitam merayap
di lampu remang, mengikuti berkas cahaya
yang berkedip-kedip di sepanjang lengang gang,
hingga tiba di persimpangan, sebuah lapangan
dan tenda kaki lima penjual bakso
yang berlatih tersenyum ketika istrinya minta dicerai
di malam seperti ini. saat gerimis berlalu tanpa puisi.
ada sebuah jam bergerak di dalam tembok---
sungguh belum lagi tinggi malam, tapi tak ada
yang peduli terhadap kesedihan atau kemalangan.
lalu sebatang cigaret dibakar, seorang pemuda tiba
berbicara dengan basa-basi seperlunya,
"hari ini hujannya awet."
gerimis, bukan hujan---tapi tak mampu lagi suara.
"kumencintai istrimu, bang."

hanya tersisa jalan basah,
dan pikiran yang mengikuti takdir senjakala.

Manteron, 2024 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun