hanya tersisa jalan basah,
langkah resah,tubuh melemah,
hati lelah, mata gelisah,
pikiran memerah,seperti batas gairah dalam senjakala.
tak lama lagi gelap, hitam merayap
di lampu remang, mengikuti berkas cahaya
yang berkedip-kedip di sepanjang lengang gang,
hingga tiba di persimpangan, sebuah lapangan
dan tenda kaki lima penjual bakso
yang berlatih tersenyum ketika istrinya minta dicerai
di malam seperti ini. saat gerimis berlalu tanpa puisi.
ada sebuah jam bergerak di dalam tembok---
sungguh belum lagi tinggi malam, tapi tak ada
yang peduli terhadap kesedihan atau kemalangan.
lalu sebatang cigaret dibakar, seorang pemuda tiba
berbicara dengan basa-basi seperlunya,
"hari ini hujannya awet."
gerimis, bukan hujan---tapi tak mampu lagi suara.
"kumencintai istrimu, bang."
hanya tersisa jalan basah,
dan pikiran yang mengikuti takdir senjakala.
Manteron, 2024Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H