Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jakarta Versus Dirinya Sendiri

16 Agustus 2023   10:41 Diperbarui: 17 Agustus 2023   07:19 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lanskap Kota Jakarta yang diselimuti kabut asap polusi, Kamis (24/5/2023) | KOMPAS.ID/TOTOK WIJAYANTO (TOK))

Polusi udara dan Jakarta sejatinya dua perkara yang tumbuh bersama-sama. Sebagaimana penyakit pada tubuh yang sembarang makan.

Ketika keduanya menjadi hidup yang mencemaskan di hari-hari sekarang ini, ia adalah pantulan dari tragika khas kekuasaan. Sejak tahun 1990-an, bahaya polusi udara sudah pernah diperingatkan. Jakarta bahkan dikatakan sudah kiamat!

Tapi, apa yang dilakukan kekuasaan sementara Jakarta adalah sebuah pusat "super-power" tanpa tanding di negeri ini?

Megapolitan yang mula-mula didirikan oleh Jan Peterszoon Coen (1621) ini seperti tidak mengenal lagi batas dirinya. Kehilangan kemampuan untuk mengenali dan memenuhi prasyarat-prasyarat yang memungkinkannya survive. Sebagai sebuah sistem kolektif, bukan sistem bagi segelintir. 

Kapasitas untuk survive secara kolektif makin dibutuhkan untuk melewati bumi yang makin terbakar ini. Dunia dengan ancaman punahnya spesies Homo Sapiens karena perubahan iklim atau perang. 

Apakah Jakarta telah kehilangan kemampuan mengelola krisis yang diciptakan dirinya sendiri (manufactured crisis)? 

Polusi adalah satu hal, banjir adalah satu hal, kemacetan adalah satu hal, tata ruang inklusif adalah satu hal. Akses air bersih adalah satu hal, akses hunian layak adalah satu hal, bayang-bayang penggusuran adalah satu hal, dan pengerasan politik identitas adalah satu hal. 

Jakarta serupa kotak pandora dari perkara-perkara yang gak kelar-kelar. Dari krisis yang berkelindan awut-awutan. 

Walau begitu, di bawah bumi yang makin panas, hanya siklus pemilihan umum (baca: reproduksi elite) yang baik-baik saja. Saat bersamaan, hal berikut yang enggan berubah adalah, nasib jelata yang terus saja kere sepanjang musim. 

Tidak ada yang baru di bawah matahari! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun