Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Avatar 2: The Way of Water", Cerita dari Epos yang Kering

15 Desember 2022   22:22 Diperbarui: 16 Desember 2022   13:37 1967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Avatar 2: The Way of Water | Foto: Facebook Avatar via Kumparan

Di Pandora, menyatunya irama hidup generasi hari ini, dunia ruh, hutan yang perawan sebagai makrokosmos yang teratur begitu terasa kuat.

Karena itu juga, ketika perang melanda Pandora, kita tidak semata melihat kerusakan dahsyat dari barbarisme yang diproduksi oleh sains, militerisme, dan kolonialisme-kapitalisme. Kita juga dibawa menjumpai "kengerian yang lebih radikal". 

Sebab menyaksikan peradaban luhur yang terancam musnah dan betapa jahatnya menjadi modern. Hanya dengan ketegangan semacam ini, kemunculan sosok mesianistik lewat Toruk Makto terasa begitu epik.

Bagi saya, The Way of Water tidak cukup gigih menampilkan epos yang sejajar. Toruk Makto atau Jack Sully dan keluarganya hanya terlihat sebagai pelarian yang memindahkan marabahaya dari Pandora ke Metkayina lalu kehilangan anak lelaki tertuanya.

Ditambah lagi, belum lama berselang, kepala penonton sudah bertamasya ke dunia laut serupa di Black Panter: Wakanda Forever. Dunia yang ditampilkan lewat peradaban Talokan, dipimpin seorang mutan bernama Namor yang berjuang melawan kepunahan.

Avatar 2: The Way of Water terasa sebagai epos yang kering. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun