Gol balasan Petkovic menegaskan bahwa antitesis yang dirumuskan Zlatko Dalic bekerja dengan efektif. Sekaligus juga membuktikan mentalitas juara lebih dimiliki Kroasia, sang semifinalis Piala Dunia 2018. Mereka tidak berantakan sesudah ketinggalan.
Dari arah sebaliknya, kita boleh bilang "tesis-tesis Brazil pra-Kroasia" tidak cukup berkembang; gerak progresifnya tidak berjalan baik. Ujian dari Serbia, Swiss, Kamerun, dan Korea Selatan kurang menyumbang koreksi terhadap game plan coach Tite.
Dalam kerangka tesis/game plan/taktik bermain yang mengalami kemajuan/mengalami gerak menjadi game-to-game, Argentina adalah contoh yang representatif.
Baik Brasil, Belanda atau Kroasia, tidak ada satupun di antara mereka yang memulai turnamen dengan rasa sakit.Â
Ketiganya tidak memiliki riwayat dikalahkan oleh negara yang tidak diperhitungkan, yang karena kemenangan bersejarah ini mendapat hari libur nasional. Brasil memang kalah dari Kamerun namun dalam pertandingan yang tidak menentukan lagi.
Sedang Argentina, memulai dengan berjalan dari arah sebaliknya.Â
Game plan Scaloni berjalan monoton akhirnya berpuncak sebagai kesia-siaan. Arab Saudi dan Herve Renard berhasil memainkan antitesis yang jitu. Datang dengan penghuni skuad yang bermain di liga-liga top Eropa memang tidak pernah menjadi garansi bahwa sebuah tim akan mulus-mulus saja.Â
Yang membedakan adalah rasa sakit seusai dihajar Arab Saudi bekerja sebagai pengalaman katarsis bagi Argentina sekaligus momentum untuk bangkit. Kisah Messi, dkk melalui pengalaman katarsis dan mengalami transformasi sudah dibongkar dalam artikel berjudul Tentang (Rahasia) Argentina Sejauh Ini.Â
Ingatlah bahwa Jerman juga mengalami kejutan seperti ini, tapi mereka tidak cukup baik mengelola transisinya. Ketika Jepang melakukan hal yang sama kepada Spanyol, kita melihat bagaimana Maroko berhasil memainkan "tesis Jepang" dengan efektivitas yang lebih rendah.Â
Maroko tidak membuat gol di waktu normal sebagaimana Jepang, tapi memaksa Spanyol "si paling build-up" berakhir mengenaskan. Bakat-bakat produk La Liga tidak mampu mencetak gol dari adu penalti. Ironis.
Makanya ketika Argentina berhadapan dengan Belanda, saya termasuk yang percaya Messi, dkk bakalan melewatinya.Â