-Tetanggamu adalah Keluargamu di Perantauan-
Pesan Mama
Sebagai perantau dari gen milenial generasi awal yang memulai pasang surut dari Timur menuju Barat, saya pernah mengalami rupa-rupa hidup bertetangga. Sebab itu, barangkali, ada sedikit saja pengalaman. Sedikit yang tidak pernah bakal menyamai pengalaman ibu saya sebagai juga perantau.
Seperti begini ceritanya.
Bertetangga dari Timur: Permulaan Serabut Kemajemukan
Pada suatu waktu, di masa kecil, kami tinggal di sebuah barak yang disiapkan untuk guru dan keluarganya.Â
Di sini, saya bertetangga dengan keluarga Jawa-Serui. Di sebelah yang lain, ada keluarga dari Biak, bermarga Manufandu. Yang nanti di sekitar 2011, baru sang mama memberitahu bahwa di saat bayi. Air susunya pernah meredakan haus di tenggorakan saya.
Kemudian ada juga keluarga dari Jawa Barat, yang berdekatan dengan barak kecil ini. Serta ada satu lagi keluarga dari Fakfak, saya mengenangnya sebagai Om Warfete, salah satu PNS di kantor Departemen Agama. Semua anak-anak dari keluarga ini berteman dengan baik karena orang tua mereka saling menjaga hubungan.Â
Semua tetangga ini begitu dekat dengan keluarga kami. Saya selalu leluasa ke setiap rumah dari keluarga-keluarga itu. Mau nonton TV atau makan, bebas.
Dari rumah barak, bapak sempat membuat rumah dan kami harus pindah kesana. Tapi saya masih tetap ke rumah barak itu, karena belum memiliki nuansa yang menggantikannya.
Sesudah Serui, bapak memutuskan pindah ke Jayapura. Mula-mula kami tinggal di sebuah kompleks perumahan. Perumahan BTN yang terletak di Kotaraja Luar.Â