Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"The Gray Man", Cerita Usang tapi Perlu

24 Agustus 2022   14:13 Diperbarui: 28 Agustus 2022   15:02 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

The Gray Man adalah film yang mempertemukan kualitas akting dari nama-nama tenar sekelas Ryan Gosling, Chris Evans, Ana de Armas, Billy Bob Thornton, hingga Jessica Henwick. 

Di situs IMdb, film yang sudah tayang di Netflix terhitung 22 Juli kemarin hanya mendapat rating 6,5. Berdurasi 2 jam 9 menit, ceritanya adalah adaptasi dari novel berjudul sama yang dikarang Mark Greaney pada tahun 2009.

Walau ratingnya merayap, film ini tidak digarap oleh sembarang tangan. 

Ada duet Russo bersaudara, Anthony dan Joe Russso di posisi sutradara. Penikmat film superhero mengetahui jika dua nama ini adalah jaminan kualitas. 

Terutama di balik film-film berbiaya mahal lagi ambisius produksi Marvel Cinematic Universe (MCU). Seperti Captain America: The Winter Soldier (2014), Captain America: Civil War (2016), Avengers: Infinity War (2018), dan Avengers: Endgame (2019).

Mengutip Wikipedia, Avangers: Endgame adalah film mereka yang sukses meraup keuntungan lebih dari 2.798 miliar dolar di seluruh dunia. Tak pelak lagi, film ini menjadi salah satu film terlaris sepanjang masa. 

Keduanya juga disebut berada di urutan kedua sebagai sutradara yang paling sukses secara komersil. Capaian mereka hanya kalah dari Steven Spielberg yang membuat Jurassic Park di tahun 1993. 

Film 'The Gray Man
Film 'The Gray Man" (Netflix 2022) | sumber: otakukart.com

Lantas, bagaimana dengan The Gray Man, sebagai film bergenre laga dan thriller berlatar dunia spionase? Apa kesimpulan umum yang bisa dikatakan terhadap film yang berbiaya produksi 200 juta dolar ini? 

Pertama, paling pokok: Film ini tidak lebih dari daur ulang narasi arus balik perlawanan terhadap operasi hitam organisasi intelijen bernama CIA. 

Perlawanan itu tidak datang dari luar dengan mobilisasi sumber daya gila-gilaan, sebagaimana duel klasik intelijen AS Vs. Soviet, misalnya. Sebaliknya sebatas melibatkan lingkungan internal dengan pertarungan sesama aset (baca: agen aktif pemilik kemampuan membunuh di atas rata-rata) dengan poros kepatuhan yang berbeda.

Boleh dikata film ini adalah cerita (berulang) tentang sistem CIA yang tumbuh dalam kontradiksi internal yang serius atau berkembang dengan melewati semacam implosi (ledakan dari dalam) yang berkarakter siklis. 

Sebab itu juga tak ada perbincangan soal moral di sana. Ini hanya soal pertarungan menyelamatkan apa yang dipandang berharga bagi eksistensi masing-masing.

Kedua, di samping aksi baku tembak dan kejar-kejaran di kota Praha dimana terjadi mobilisasi tiga unit pasukan elite dan kepolisian kota yang lagi-lagi tampak tak berguna. Atau mobilisasi perang yang brutal dan menghina kedaulatan sebuah negara hanya karena menghabisi seorang Six yang terborgol di bangku taman.

Pada akhirnya, perburuan yang sengit dan merusak ini, membuat penonton kembali pada gambaran yang sama bahwasanya seorang mesin pembunuh super hanya akan terluka namun tak pernah bisa dihabisi oleh sesama mesin pembunuh. 

Lantas sesudah semua itu, kita tiba pada inti yang klise namun masih saja hangat: The Gray Man adalah drama anggota keluarga Fitzroy di tengah ancaman tiga alumnus Harvard di CIA yang menghalalkan segala macam cara dalam mencapai tujuan. 

Bagaimana kondisi yang sedemikian diciptakan? Kita harus melihat sebentar pada profil biografis dari masing-masing tokoh yang terlibat dalam konflik yang di dalam film ini dilukiskan secara kikir.

Paling utama adalah, Six, sang protagonis kunci yang diperankan dengan sukses oleh si mata sendu Ryan Gosling. Six adalah bagian dari program Sierra. 

Di tahun 2003, Six direkrut oleh Fitzroy (Billy Bob Thornton). Six di penjara karena membunuh ayah kandungnya yang terlalu keras dan condong tergila-gila dengan maskulinitas yang ekstrim. Fitzroy datang dengan tawaran membebaskannya asal bekerja sebagai agen pembunuh dalam program Sierra.

Boleh dikata Fitzroy yang kala itu merupakan salah satu staf senior membuat hidup Six berubah haluan. 

Six menganggap perekrutnya sebagai keluarganya. Walau tidak terlalu jelas, apakah dengan menjadi aset nomor wahid milik CIA, Six menemukan jalan pembebasan dirinya dari dosa masa lalu.

Waktu berlalu hingga Six ditugaskan dalam satu operasi di Bangkok, Thailand. Bersama Dani Miranda, agen perempuan yang diperankan Ana "Marilyn Monroe" de Armas. Aksi menggagalkan transaksi dokumen rahasia yang dilakukan mantan agen Sierra bernama Four. 

Oleh Four, Six diberi bocoran jika saja file yang diperebutkan itu berisi bukti-bukti dari kejahatan Denny Carmichael, seorang petinggi CIA yang masih muda, ambisius dan lulusan Harvard. Carmichael adalah potret dari obsesi akan pemerintahan bayangan.

Sejak peristiwa Bangkok sebagai konteks yang membuat Six menjadi pembelot, penonton akhirnya akan menikmati sisa cerita The Grey Man hanya dalam eskalasi yang linier. 

Yakni menikmati kehebatan Six (yang berdarah-darah namun tak tumbang) dibantu Dani Miranda bertahan, menyerang balik dan membuat krisis berpindah sasaran. 

Dalam kerangka seusang inilah, Six dan Dani Miranda harus kegilaan yang brutal dan narsistik dalam komando Lloyd Hansen, seorang mesin pembunuh produk CIA alumnus Harvard yang diperankan Chris Evans.


Karena itu, film serupa The Gray Man tidak akan membawa penonton ke semesta yang berbeda dari perseteruan di dalam sistem bobrok CIA. Menggunakan logika yang lebih komparatif, tidak ada pengalaman baru dari film sejenis ini jika dihadapkan dengan, misalnya, dengan tetralogi Jason Bourne yang super epik itu.

Dalam Jason Bourne, kita melihat seorang aset berbahaya, sangat terlatih dan seorang diri menyusun perlawanan hingga ke jantung kekuasaan CIA. Bourne yang amnesia itu bukan saja mahir menghabisi, tapi juga memiliki analisa, metode dan strategi yang handal. 

Sesuatu yang mencerminkan betapa berbahaya produk pelatihan intelijen bahkan terhadap sistem yang melahirkannya. Semua ini menjadi daya dorong dari cerita kelam yang menyertai riwayat jatuh bangun anak manusia dalam mencari tahu asal-usul identitas asalnya.

Sedang pada The Gray Man, dengan visual yang lumayan apik kala menampilkan aksi baku tembak di taman dan sebuah trem yang kosong di pusat keramaian Praha, tidak menyiapkan dirinya untuk heroisme getir ala Bourne. Ia cenderung dangkal.

Namun di luar dua kesimpulan umum di atas film ini juga berusaha menunjukan kengerian dalam bungkus anekdot, kalau bukan olok-olok di beberapa adegan. 

Yang paling menonjol adalah adegan yang menunjukan energi dari kegilaan dan brutalitas seorang Lloyd Hansen. Energi yang mana dihidupi oleh gairahnya akan penghancuran yang total. Gairah khas seorang sosiopat yang mengerikan. 

Kengerian (sekaligus kekonyolannya) tergambar ketika pasukan elite yang dimobilisirnya gagal menghabisi Six lalu tinggal menyisakan Praha yang berantakan, Lloyd baru menelepon seorang agen yang berasal dari Tamil. 

Seorang diri, si agen non-Barat ini berhasil merampas file tersebut dari tangan Six dan Dani lewat perkelahian tangan kosong. 

Peristiwa perburuan Praha yang gagal ini bahkan dikomentari rekan perempuannya, yang juga cantik, ambisius, dan lagi-lagi alumnus Harvard, sebagai peristiwa pengambilahan aset paling memalukan sepanjang sejarah dan akan diajarkan di buku pelajaran sekolah. 

Kita terus disadarkan, tentu bukan pertama kalinya, bahwa sosok seperti Lloyd Hansen adalah kegilaan yang eksis. 

Dirinya adalah refleksi dari kekuasaan intelijen yang megalomania, menikmati kekejian tiada tara, dan bersembunyi di ruang-ruang dingin, bersama sumber daya berlimpah, dan ambisi akan kepatuhan yang total atau penghancuran yang sama.

Sebuah citra diri khas yang merasa harus menjadi adidaya, bukan? Itulah mengapa The Gray Man terasa usang namun masih perlu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun