Waktu berlalu hingga Six ditugaskan dalam satu operasi di Bangkok, Thailand. Bersama Dani Miranda, agen perempuan yang diperankan Ana "Marilyn Monroe" de Armas. Aksi menggagalkan transaksi dokumen rahasia yang dilakukan mantan agen Sierra bernama Four.Â
Oleh Four, Six diberi bocoran jika saja file yang diperebutkan itu berisi bukti-bukti dari kejahatan Denny Carmichael, seorang petinggi CIA yang masih muda, ambisius dan lulusan Harvard. Carmichael adalah potret dari obsesi akan pemerintahan bayangan.
Sejak peristiwa Bangkok sebagai konteks yang membuat Six menjadi pembelot, penonton akhirnya akan menikmati sisa cerita The Grey Man hanya dalam eskalasi yang linier.Â
Yakni menikmati kehebatan Six (yang berdarah-darah namun tak tumbang) dibantu Dani Miranda bertahan, menyerang balik dan membuat krisis berpindah sasaran.Â
Dalam kerangka seusang inilah, Six dan Dani Miranda harus kegilaan yang brutal dan narsistik dalam komando Lloyd Hansen, seorang mesin pembunuh produk CIA alumnus Harvard yang diperankan Chris Evans.
Karena itu, film serupa The Gray Man tidak akan membawa penonton ke semesta yang berbeda dari perseteruan di dalam sistem bobrok CIA. Menggunakan logika yang lebih komparatif, tidak ada pengalaman baru dari film sejenis ini jika dihadapkan dengan, misalnya, dengan tetralogi Jason Bourne yang super epik itu.
Dalam Jason Bourne, kita melihat seorang aset berbahaya, sangat terlatih dan seorang diri menyusun perlawanan hingga ke jantung kekuasaan CIA. Bourne yang amnesia itu bukan saja mahir menghabisi, tapi juga memiliki analisa, metode dan strategi yang handal.Â
Sesuatu yang mencerminkan betapa berbahaya produk pelatihan intelijen bahkan terhadap sistem yang melahirkannya. Semua ini menjadi daya dorong dari cerita kelam yang menyertai riwayat jatuh bangun anak manusia dalam mencari tahu asal-usul identitas asalnya.
Sedang pada The Gray Man, dengan visual yang lumayan apik kala menampilkan aksi baku tembak di taman dan sebuah trem yang kosong di pusat keramaian Praha, tidak menyiapkan dirinya untuk heroisme getir ala Bourne. Ia cenderung dangkal.
Namun di luar dua kesimpulan umum di atas film ini juga berusaha menunjukan kengerian dalam bungkus anekdot, kalau bukan olok-olok di beberapa adegan.Â