Seorang truffle hunter, pria paruh baya memilih hidup di dalam hutan, bersama seekor babi, di dalam rumah kayu yang lembab.Â
Hanya ada sebuah radio tape, ranjang, dan suasana yang temaram. Sesekali seorang pemuda, Amir (Alex Wolff) namanya, datang untuk membayar "truffle" yang dicarinya.
Truffle adalah jenis jamur yang dikenal sebagai jamur mewah sebab harganya yang terkenal mahal di dunia kuliner. Mengutip Kompas.com, truffle kaya akan asam amino yang dibutuhkan tubuh, mengandung antioksidan, punya kadungan anti bakteri, dan antikanker. Selain itu, truffle juga jenis yang susah ditemukan.
Orang tua ini dikenal sebagai Robin. Dengan rambut gondrong tanggung awut-awutan dibalut outfit yang kucel penuh daki, segera terlihat sebagai seseorang yang menyembunyikan kehilangan, jika bukan kesedihan yang menggerogoti dirinya pelan-pelan.
Dan babi itu, dengan wajahnya yang seperti berkumis karena itu lebih mirip seekor anjing, adalah satu-satunya obat; subyek yang membantunya bertahan melewati kesedihan yang merusak.
Dalam hidup pada hutan dengan tegakan yang masih bagus, Robin dan babinya adalah cerita yang eksotis.Â
Semacam hidup yang ceritanya bersumber dari mereka yang memelihara kesederhanaan, ketenangan, dan belum mengenal perilaku memangsa sesama; hidup bersahaja.
Lalu, pada suatu hari yang getir, seperti nasib negeri-negeri di bawah angin dalam babakan sejarah kolonialisme, Robin kedatangan pemuda yang reseh. Rombongan kecil pemuda yang tak pernah tenang jika tidak bikin masalah.
Selain menghajar Robin, mereka membawa lagi satu-satu makhluk yang membuat Robin betah di dalam hutan. Sampai di titik ini, Robin yang diperankan Nicolas Cage (Con Air, Ghost Rider) dalam pikiran saya akan membalas dengan aksi-aksi yang brutal.
Setidaknya dalam memori yang lebih kontemporer, dalam dugaan awal saya, cerita seperti ini akan mendaurulang kemarahan John Wick.Â