Misalnya di Indonesia, ia telah berkembang menjadi bubur ayam yang akrab dengan keseharian jelata. Tidak penting di lorong padat ibu kota atau di kota-kota kabupaten dengan irama harian yang lambat.Â
Entah tersaji di menu restoran mahal atau di gerobak kaki lima. Atau di rumah jelata yang selalu cinta kepada negerinya, sesulit apapun keadaan.
Sedang lokalisasi itu berkaitan dengan jenis-jenis bubur yang telah mengalami modifikasi dengan cita rasa lokal. Â
Di rumah Opa saya, di Ternate misalnya. Tak ada pagi tanpa semangkuk bubur beras. Hanya diberi lauk potongan ikan Cakalang fufu (Cakalang yang diasap). Lantas ada sepiring kecil garam yang dilumuri dengan lemon Cui. Lemon yang rasanya asam sekali dan biasanya dipakai untuk menghilangkan bau amis dari ikan.Â
Sambil menyuap bubur, potongan Cakalang fufu itu dicelupkan ke larutan garam dan susulah bubur itu. Sedap luar biasa! Â Â
Atau jenis bubur yang berkembang menjadi identitas kuliner suatu wilayah etno-kultural. Sebagaimana kenyataan di Manado atau Sulawesi Utara, bubur berkembang menjadi tinutuan. Bubur beras yang kaya akan sayuran.Â
Seorang romo di sekolah Seminari Pineleng pernah cerita kepada saya jika tinutuan adalah penemuan lokal yang memiliki konteks krisis politik.Â
Saat itu sedang terjadi perlawanan Permesta sekitar 1957-58. Pasokan pangan terganggu dan warga di Minahasa harus bertahan dalam masa sulit. Salah satu ide kreatif adalah memasak sedikit beras dicampur sayuran. Dalam bentuk bubur, jumlahnya bisa lebih banyak.Â
Cerita penemuan tinutuan ini mengingatkan penemuan bubur di Tiongkok.Â
Konon di masa  di 2698-2598 SM. Pada zaman kekaisaran Xuanyuan Huangdi, dikenal sebagai Kaisar Kuning (Yellow Emperor). Salah satu yang diagungkan dalam sejarah Tiongkok. Diceritakan masa itu sedang paceklik dan bubur ia temukan untuk memberi makan rakyat banyak. Huangdi juga dikenal sebagai ahli pengobatan. Selain sosok yang disebut menginisasi model negara terpusat dan penggunaan uang koin.Â
Sebenarnya di Manado berkembang juga jenis bubur ayam. Walau menyebut rumah makannya sebagai yang khas Jawa, namun salah satunya yang bertahun-tahun bertahan dijajakan adalah bubur ayam sebagai menu andalan. Sekurangnya sejak tahun 2000an, rumah makan Sri Solo namanya.Â