malam baru terjaga, aku menunggu hujan
di perempatan
tiba-tiba datang seorang perempuan
ia berbicara kepada remang, dingin hingga angin.
matanya terang benderang
mungkin ia telah bertahun-tahun
belajar membuat puisi
untuk hidupnya sendiri.
"Desember ini, rindu gaduh dan misuh-misuh
rasanya remuk, mungkin karena begitu
hatiku sering mengandung aduh."
aku serasa akrab dengan lirik ambyar itu
seolah kamu masih hidup dan
melatih tabah di atas nisan
sebagai tirakat membuat puisi, seperti pesan seseorang.
"Di dalam aduh,
ada sendu tumbuh karena mengasuh pilu."
wah! baru kuingat
sajak itu pernah dibaca
ketika tubuhmu ditanam kedalam batu
sebelum pergi demi berdamai dengan diri sendiri
kamu hanya memintaku sungguh-sungguh