Singapura, lho! Negara maju, tertib dan pemerintahnya serba mengawasi itu.Â
Adalah So Chik Hwee, seorang pemuda 39 tahun yang harus mendapat vonis penjara 7 bulan 1 minggu karena aksi nekadnya. Sebagaimana diberitakan Kompas.com, pemuda ini sudah 3 kali membobol apartemen demi pakaian dalam perempuan.Â
Tidak ada laporan apakah pakaian dalam itu bekas pakai, baru dicuci atau masih dalam segel yang dicuri. Yang jelas saat dibekuk, pemuda Malaysia ini tertangkap bersama 60 bra dan 44 celdam perempuan. Ampun.
Apa yang terjadi dengan pemuda 39 tahun itu? Apakah ini sejenis absurditas atau teror yang hidup dari hilangnya kemampuan individu menjalani kehidupan secara pantas; manusia menjadi manusia?Â
Dalam kosa kata psikologi, ada yang bilang perilaku ini sejenis Parafilia, dorongan yang kuat dan berulang disertai fantasi yang melibatkan pakaian lawan jenis untuk mendapatkan rangsangan seksual. Atau Sexual Fetish yang berupa dorongan hasrat seksual kuat yang selalu muncul menggebu-gebu tak tertahankan setiap kali melihat pakaian dalam perempuan, khususnya bra dan celana dalam.Â
Ada sekurangnya 8 jenis gangguan penyimpangan yang terkandung di dalamnya. Kalau kamu ingin membaca lebih terperinci tentang Parafilia, boleh mengunjungi artikel Waspada, 8 Gangguan Perilaku ini Termasuk Kategori Parafilia.Â
Sama halnya ketika kita memeriksa keganjilan-keganjilan sejenis di masyarakat tanah air. Ada banyak kasusnya dan tak jarang bikin heran tak ada ujungnya. Di Samarinda, misalnya. Ada seorang pria yang mencuri celana dalam perempuan demi pesugihan dan awet muda. Alamak! Di Kendari, Sulawesi Tenggara, seorang pelajar SMP nekad melakukan aksi pencurian yang sama demi fantasi seksual.Â
Atau di Makassar, ketika seorang pemuda nekad mencuri celana dalam demi pemuasaan hasrat. Demikian juga seorang pemuda 27 tahun yang ditangkap warga di Tangerang Selatan. Â
Ada jejak-jejak krisis diri yang menyelinap seperti hantu. Lantas muncul dan bikin geger. Demikianlah ceritanya umat manusia dimana saja mereka berada, membangun dunia dan bertengkar siapa yang mestinya berkuasa.Â
Yang jelas, tidak ada urusannya (janji) kemajuan, masyarakat tertib dengan negara yang serba mengawasi dengan berkurangnya perilaku menyimpang atau ganjil yang digerakan oleh fantasi seksual tertentu.Â
Masyarakat yang sehat tidak serta merta muncul dari pertumbuhan ekonomi tinggi, pusat-pusat konsumsi baru, gelembung kelas menengah yang hari senin ke kiri, sabtu ke kanan bersama elite yang sukses menjaga reproduksi tatanan ekonomi-politik di lingkarannya saja.
Termasuk juga dengan khotbah-khotbah moral yang gemar main vonis tanpa pernah masuk kedalam ruang batin mereka yang menjadi pelaku sekaligus penderita dari gangguan kejiwaan tertentu. Sama halnya daftar filsafat abstrak yang justru membuat rasa sakit makin terasing dari sejarahnya yang kongkrit. Maksud saya, inilah alasan mengapa psikolog diciptakan atau rumah sakit jiwa ditemukan, bukan?
Walau sesungguhnya kita lebih berharap adalah jauh lebih baik melihat lebih sedikit rumah sakit jiwa dan penjara dibangun ketimbang sebaliknya. Sebab menjadi manusia yang harus terus menerus mengakrabi dirinya sendiri adalah pekerjaan luar biasa. Pasalnya, selalu mengenali dan mengendalikan motif-motif terdalam yang kelam dan berbahaya bukanlah pekerjaan iblis dan malaikat.Â
Ya, sudah, Segitu saja dulu. Berharap sepagi ini tidak menjumpai berita politik yang mendaurulang kegoblokan unfaedah, saya malah ketemu kabar yang berdiri di antara komedi tragis atau kengerian dari krisis diri. Absurd. Ini baru saja tanggal 2 Februari.Â
Masih akan banyak kegoblokan unfaedah dari politik yang direpoduksi. Sama halnya dengan komedi tragis dari individu atau masyarakat yang sakit. Dimana aku dan kamu juga ada di dalamnya, berlomba-lomba tidak tumbang dimakan ambisi, kenaifan atau pemujaan pada citra-citra sesaat dan palsu.
Mungkin karena ini manusia harus setia menulis (termasuk diari, dong), mengenali diri. Sembari terus berlatih selalu luwes berjarak dari gairah massa yang memangsa apa saja lantas memuntahkannya dan dimakan lagi. Massa dalam social media yang tak bisa lagi dikenali dengan percakapan usang perihal moral dan rasionalitas.Â
Tidakkah massa yang begini ini adalah wujud dari iblis supermodern ciptaan digitalisme politik. Mereka yang merayu-rayu di balik jempolmu sejak terjaga hingga tak tahu lagi nikmatnya sepi dan tak terhubung (disconnected). Celakanya, kamu berpikir dengan melenyapkan diri kedalam suara bising massa, kamu terlihat kekinian bahkan cerdas mengomentari politik. Â
Tetap cinta bumi manusia. Selamat Pagi walau belum sarapan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H