Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Memandang Negara di Suatu Pagi

11 Maret 2020   09:20 Diperbarui: 11 Maret 2020   09:29 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Istana Bogor | Dok.Pribadi

Kuasa dari masa tua itu
selalu tak tersentuh. Seperti abadi,
dikangkanginya semua
yang bergejolak dari masa kini.

Seorang pangeran dari
negeri para tuan. Kemarin memohon
maaf, berduka cita karena
mewariskan kekejian antimanusia.

Kuasa itu seketika tampak merendah
dan kita (ingin sekali) percaya.

Manusia masihlah pusat sejarah,
cinta dan pelayan sebagai pilihan nasibnya.

Sebagaimana pagi di antara
melawan lupa dan setia tabah
dari seberang kolam istana
aku memandang negara.
 
Selalu saja ada yang tak tersentuh di tubuhnya.
Sedang jelata tumbuh, fana dan kecewa.
tapi mereka-oh, jiwa bersahaja-tak kehilangan doa,
cinta dan penghormatannya.

Kuasa itu selalu tak tersentuh. Melampaui surut waktu,
bahkan kala jelata tinggal kutu di ujung kuku.

[Kpg-di rumah bapak] 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun