Kuasa dari masa tua itu
selalu tak tersentuh. Seperti abadi,
dikangkanginya semua
yang bergejolak dari masa kini.
Seorang pangeran dari
negeri para tuan. Kemarin memohon
maaf, berduka cita karena
mewariskan kekejian antimanusia.
Kuasa itu seketika tampak merendah
dan kita (ingin sekali) percaya.
Manusia masihlah pusat sejarah,
cinta dan pelayan sebagai pilihan nasibnya.
Sebagaimana pagi di antara
melawan lupa dan setia tabah
dari seberang kolam istana
aku memandang negara.
Â
Selalu saja ada yang tak tersentuh di tubuhnya.
Sedang jelata tumbuh, fana dan kecewa.
tapi mereka-oh, jiwa bersahaja-tak kehilangan doa,
cinta dan penghormatannya.
Kuasa itu selalu tak tersentuh. Melampaui surut waktu,
bahkan kala jelata tinggal kutu di ujung kuku.
[Kpg-di rumah bapak]Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H