di kenanganmu pada kota ini, yang rindu dan sesekali cemas itu,
aku tumbuh. dari cerita-cerita yang kau jadikan peringatan
tentang kereta yang pergi dari stasiun kecil,
setia dan tepat waktu. membawamu ke alun-alun
di hari maulud, ketika setiap kelahiran adalah kegembiraan
kau selalu berjuang ada di sana.
tentang filsafat di balik rumah kayu, maksud manusia
dan mengapa orang-orang tidak boleh merantau bersama
pikiran yang melupakan masa kecilnya,
dilupakan akar dan musim-musim yang mengasuhnya. sesakit apapun dikenang.
tentang hari pasar, ontel, padi dan pikulan kelapa juga musala
hari-hari ketika anak-anak bermain kerja
mencari jajan dan belajar menyusun nasibnya.
ada kau di sana, dengan nama harum di ingatan ibumu
aku selalu membaca daftar ini,
mengagumi kau tumbuh oleh pasang surutnya.
di sebuah sudut yang masih Yogya
kau tidak pernah ingin dilupakan
peristiwa-peristiwa yang memeliharamu
sebelum membesarkanku.
menjaganya sepenting dari warisan
zaman yang ditempa keberanian
hidup jangan sampai usang, kering dan semestinya
semua yang bercerita tentang kesedihan, masa susah atau patah hati
hanyalah bunga-bunga musim peralihan saja.
riasan bagi cinta dan keyakinan anak manusia
bahwa masa depan harus dikerjakan,
anak-anak jangan kehilangan
kampung halaman.
[Yogya, Ujung September 2019]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H