Tahun-tahun ringkas yang membuat saya seperti mengaminkan ketertinggalan yang awet di tengah serbuan investasi perkebunan yang masif. Ada yang bilang, situasi seperti itu (: daerah kaya dengan penduduk yang tertinggal) adalah contoh dari kutukan sumberdaya alam (Resource Course). Atau mungkin yang dulu disebut Peter Evans (1986) sebagai akibat dari kolaborasi Tiga Sekutu (Triple Alliance) dalam pembangunan yang berciri State-sponsored Capitalism.Â
Tiga sekutu itu adalah modal asing, negara dan borjuasi domestik dimana kelompok militer bekerja sebagai penjaganya. Maka demi stabilitas adalah harga mati dan petumbuhan ekonomi sebagai dalil ikutannya.
Zaman seperti ini masih menyisakan jejaknya. Bahkan, di tengah tekanan mengintegrasikan layanan publik ke dalam teknologi informasi, jejak-jejak ini terasa warisan yang seringkali diterima sebagai takdir. Ada fatalisme yang berdiam di dalamnya. Ada kemarahan yang meledak ke saluran yang salah.Â
Kolaps?
Kebetulan, sampai detik ini, saya belum menggunakan Jared Diamond (2014) untuk menemukan pola atau indikasinya.Â
Negara Pelayan Kemanusiaan
Kemarin hari, seorang biasa yang naik ke pucuk kekuasaan negara berbicara visi Indonesia untuk periode kedua yang diagendakan membuat Indonesia lebih produktif serta memiliki daya saing dan fleksibilitas tinggi dalam menghadapi perubahan di dunia.
Secara lebih spesifik, dia bicara tentang daya dukung infrastruktur (sebagai syarat bagi konektivitas dan integrasi pertumbuhan ekonomi) yang harus dibereskan, membangun manusia sebagai komponen integralnya dan membuka diri bagi seluas-luasnya investasi.Â
Kita berada di zaman di mana negara-negara bersaing untuk terus bergerak maju. Kita harus menyiapkan negeri ini ke sana, agak tidak tertinggal; tidak menjadi bangsa "periperal" di lingkungan sistem dunia. Harus menyiapkan diri dengan nilai dan cara-cara baru, cara-cara yang menjamin efektifitas dan efisiensi mewujud secara maksimal.
Kira-kira seperti ini "proyeksi geopolitiknya". Dan, jelas karena ini juga, dibutuhkan dukungan politik yang memungkinkan stabilitas terpelihara.Â
Tapi saya tidak bilang-karena dalih dasarnya masihlah stabilitas dan pertumbuhan ekonomi-maka keadaan akan berangsur-angsur bergerak ke belakang. Mengulang narasi sejarah yang pernah mendisplinkan republik selama tiga dasawarsa ke dalam ketertiban yang palsu.
Tidak, kita tidak dalam track yang seperti itu.