Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Tidak Ada Messi(ah) di Argentina Utama

4 Juli 2019   11:10 Diperbarui: 4 Juli 2019   15:48 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lionel Messi | Sumber: Barca Blaugranes

Sesudah keok dari Brasil di semifinal Copa America, Messi seperti menanggung nasib yang ganjil. 

Ayah dari Thiago dan Mateo ini adalah satu pusat sihir yang membuat Barcelona bukan saja bermain dengan tiqui taca yang menghibur sekaligus mematikan. Buah manis filosofi sepakbola yang dirintis Johan Cruyff dan dilembagakan melalui akademi La Masia seolah mencapai generasi emasnya di era Messi. 

Sekurangnya, ada tiga manajer yang penting disebut dalam konteks ini: Frank Riijkard, Pep Guardiola, dan Luis Enrique. Mereka menjadikan Messi tampil sebagai kreator sejarah. Kehadirannya membuat Barcelona mencapai puncak kedigdayaan sebuah klub, mencapai level superioritas dunia. Menjadi satu-satunya klub yang boleh dua kali raihan treble winner. 

Raihan yang belum tentu mampu dicapai Real Madrid dalam 100 tahun sejarah klub, apalagi Arsenal-hmmm.

Sejak dipercaya Rijkaard, kesaksian sepakbola seolah saja menjadi panggung bagi keajaiban-keajaiban pria asal Rosario, Argentina yang dijuluki "La Pulga". Dia pernah menjadi pemain termuda yang mencetak gol di tim senior, dia sukses mencapai gol Ronaldo (34 gol musim 96/97), melampauinya lantas mengukuhkan diri sebagai pencetak gol terbanyak Barcelona dalam sejarah (603 gol hingga saat ini dari 685 penampilan). 

Ia juga mendapat dukungan untuk meraih tropi FIFA Ballon d'Or 5 kali, 4 di antaranya dengan berturut-turut (2009-2012). Dia juga menerima bayaran paling mahal di muka bumi. Dia bukan saja menempati posisi elite ekonomi karena prestasi olahraga. Dia yang dulu terancam oleh gangguan hormon pertumbuhan kini menjadi selebritas, menjadi pusat berita.

Media massa menyebutnya sebagai Messidona, karena perawakan, cara bermain, dan asal-usul kebangsaan yang sama dengan si Bengal, Diego Armando Maradona. Ada yang menjulukinya alien yang ditemukan Barcelona. Ada yang menjudulinya sebagai Sang Messiah-ia yang menjadi jaminan bagi terpenuhinya harapan. 

Mesiah juga adalah individu yang menerobos ketidakmungkinan-kemustahilan. 

Lalu, lihatlah bagaimana dia menjadikan Bernabeu sebagai rumah bagi mimpi buruk Real Madrid:

***

Tapi...

Dari semua ini, dengan segala daftar pencapaian pribadi dan klub yang mentereng selama kurang lebih satu dekade, itu tidak cukup membuatnya meneruskan takdir yang lebih dahulu dituliskan Maradona. Sebaliknya, daya magis hasil sekolah La Masia selalu tampak sebagai bayang-bayang. Selalu hanya bayang-bayang.

Bayang-bayang yang selalu rentan mendapatkan penghakiman sebagai konsekuensi dari harap yang tak terjadi, dari mimpi yang tidak terlaksana.  


Saya tidak ingin mengulangi kritik Jorge Voldano seperti yang pernah dimuat di Arti Messi, Pasang Surut Argentina dan Peringatan Voldano, Juni setahun lalu.

Yang pasti, tidak ada yang berbeda apalagi baru manakala kita mengatakan nasib ganjil Messi di level senior dikarenakan tidak memiliki kolaborator seperti Xavi dan Iniesta-dua jenius lapangan hijau yang sama diproduksi dari didikan filosofi mendiang Johan Cruyff. Messi hanya mungkin menjadi super karena ia memiliki dukungan dari kecerdasan Iniesta dan visi bermain Xavi. 

Singkat kata, Messi tidak memiliki sepadan yang menjadikannya mimpi buruk di markas Real Madrid. Pesepakbola Argentina lain yang bermain dan menjadi bintang di bawah gemerlap liga Inggris, Spanyol dan Italia atau dari kompetisi domestik seperti menjadikan dirinya sepadan pagi Messi. 

Yang tak kalah mendasar dari problem sepadan di lapangan, Messi belajar dan mengembangkan kemampuan bermain melalui filosofi dan sistem yang bertahun-tahun mendidiknya sejak hijrah ke Spanyol. Sejak usia remaja, Messi sudah menunjukan jika ia adalah bakat yang langka, milik Argentina-yang celakanya melahirkan Maradona-dan tidak akan pernah muncul dari cara yang tiba-tiba. 

Didikan La Masia membuatnya menembus potensi-potensi yang menjadikannya "alien". 

Terakhir, ada jenius yang bekerja di samping lapangan. Mereka yang berpikir, mengembangkan taktik dan menginternalisasi kedalam cara bermaian yang membuat Messi bisa selalu berada di level "alien".  Tidak banyak yang bisa menjadi sepadan bagi Messi di fungsi ini. Dalam sejarah klub, saya kira hanya tiga sosok (sekali lagi): Rijkaard, Guardiola dan Enrique.

Di level timnas utama? Tidak ada!

Bahkan ketika Jose Pakermen yang menjadikan La Pulga sebagai yang terbaik di piala dunia U-20 membawanya ke tim utama di piala dunia 2006., piala dunia dimana Scaloni masih bermain sebagai defender.  Termasuk ketika dilatih Marcelo Bielsa, si jenius gila dan si Boncel yang kelebihan omong besar kala jadi pelatih: Maradona. 

Alejandro Sabela (2011-2014) mungkin mewakili sedikit pengecualian karena Messi, dkk mampu dibawanya meraih tempat kedua di piala dunia Brasil 2014. Sedangkan Sampaoli yang sukses membuat Chile menjadi kuda hitam di Copa America, ternyata cuma proyek kebingungan yang naas. Di piala dunia 2018, Argentina dibikinnya medioker di depan Pogba, dkk. 

Sepertinya, Argentina tak punya lagi kualitas selevel Cesar Luis Menotti dan Carlos Bilardo, dua nama yang sukses memaksimalkan Mario Kempes,dkk (Argentina, 1978) dan Daniel Pasarell, dkk (di Mexico, 1986). 

So, kita menyaksikan Messi dengan nasib ganjil untuk negaranya karena tahun-tahun yang cemerlang tidak selalu berlaku universal. 

Messi tidak cukup memiliki syarat-syarat yang memungkinkannya mereplikasi cerita sukses di klub ke level negara. Messi bukan Messiah untuk negaranya jika kita meletakkan Mesiah sebagai figur sentral dari terpenuhinya harapan-harapan. 

Messi tidak berada di daftar itu. Tidak untuk sejarah yang se-patriotik itu. 

Walau begitu, tidak ada yang berani mengatakan sepakbola zaman Messi adalah salah satu anugerah yang pernah diciptakan sejarah manusia. Di dalamnya ada keindahan, kecepatan, kejeniusan dan kualitas lain yang melekat dalam sejarah Messi. Bahkan ketika Neymar mengada, Mbappe mulai menimbulkan decak kagum dan "cocokologi", Messi tetaplah jenius tiada tanding. 

Mungkin ada Ronaldo di sana tapi Messi adalah kualitas yang tidak muncul dalam 1000 tahun. 

*** 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun