Sesungguhnya saya telah ditinggal tidur yang baik hati, tidak sombong dan tidak suka terkejut.Â
Pada sebuah buku harian dan getir peristiwa yang mengakar di dalamnya, saya bertanya, "Mengapa?"
Seolah saja ini adalah rahasia pamungkas yang harus saya bawa sebelum mati. Seperti tidak ada yang sudi berbicara. Kecuali angin sepi dan bayangan yang berpantul di bawah bulan merah ketika saya mencurigai jika Narcisus tidak mati dengan cara sekonyol itu: patah hati pada angan-angan yang tidak sempat dijejali televisi, rumah fitnes dan majalah-majalah kesehatan lelaki.
Angin sepi itu mendesir-desirkan ingatan yang bertahan dari koyak sementara beberapa bagiannya harus memutih dan miring. Sedang di bawah bulan merah, timbul wajah yang dibentuk menjadi semacam peta, petunjuk bagi mereka yang tidak ingin tercerabut dari patah tumbuhnya. Â
Ada ingatan dan sebuah tempat. Ada sejarah dan sebuah jalan untuk tidak pergi kemana-mana. Ada jendela yang membelakangi jejak langkah dan rasa bersalah yang bertengkar ketika aku membaca sajak yang tidak pernah bisa dirampungkan.
Sajak kepada hidup, kepada hari-hari yang berputar di antara pelabuhan tua, toko buku bekas dan kekuasaan yang hamil muda. Ketika sepasang kucing bertengkar di samping jendela.
[Petai, Mei 2019]Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI