Situasi konfliktual seperti di atas tidak lantas membuat Polar yang diadaptasi dari novel daring karangan Victor Santos (2012) terjatuh pada penceritaan sederhana perihal orang jahat yang berubah baik atau bagaimana cinta memulihkan orang dari dendam dan trauma.Â
Polar membangun jalan cerita yang menuntun audiens pada tiga suasana atau "subplot" sebelum meledak.
Tiga Dunia Menuju Ledakan atau Moralitas yang Acak-acakan
Yang pertama, kumpulan pembunuh masokis yang mengejar keberadaan Kaisar Hitam.Â
Kumpulan yang membantai sadis daftar yang menggunakan nama Duncan Vizla. Sadisme yang ditampilkan lewat adegan peluru yang dihamburkan dengan brutal dan darah yang memercik kemana-mana sembari ditingkahi oleh tawa atau percakapan-percakapan remeh para pembunuh. Sadisme yang juga menghidupi denyut darah Blut, si bos Democles.
Kedua, dunia si Kaisar Hitam sendiri.Â
Sebuah dunia sehari-hari yang mulai menepi dari kota besar dan tugas-tugas yang memicu aksi sadistik. Dunia itu berporos pada sebuah pondok di dekat danau yang sedang diselimuti salju. Sementara di dalamnya, ada seorang lelaki yang menuju paruh baya sedang memulihkan kelembutannya.Â
Misalnya dengan mencoba memelihara anjing yang kemudian tertembak mati karena reaksi tak sadar terhadap mimpi buruk. Atau berusaha memelihara ikan mas Koki di akuarium dengan menggunakan buku panduan.Â
Mads Mikkelsen berhasil memainkan karakter ini dengan begitu hidup. Matanya yang sendu dan wajahnya yang tirus seperti jendela yang menyembunyikan riwayat getir seorang pembunuh bayaran kelas dunia bersama rasa bersalah yang tak berkesudahan.Â
Ketiga, dunia anak perempuan yang menjadi korban pembantaian Kaisar Hitam, yang nanti ketahuan di menjelang akhir. Anak perempuan yang merupakan satu-satunya tetangga Kaisar Hitam di danau dengan salju yang terus turun. Anak perempuan bernama Camille (yang diperankan dengan baik oleh Vanessa Hudgens), yang selalu murung, penuh dendam namun tak berdaya.
Dunia ketiga inilah yang secara rapi cukup sukses disembunyikan sepanjang cerita.Â