Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mereka yang Tak Hancur

1 Oktober 2018   04:19 Diperbarui: 1 Oktober 2018   07:48 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: TIMES Banyuwangi

Aku mengenangmu dalam dua pergumulan. Perihal usia muda dalam pelajaran tentang peristiwa kekerasan dan peristiwa politik yang berlipat-lipat rahasianya. 

8 tahun yang biru itu, aku melihat kau tumbuh dari pantai teduh, gorengan pisang dan air saraba bercampur percakapan yang bersemangat. Ada sebuah toko buku tua yang menyimpan After the Fact, yang terselip dalam lembar-lembar pertanyaan tentang agama dan kemanusiaan. Tapi aku juga melihatmu datang dari masa lalu: sebuah perguruan Islam, tahun 1930, serta cerita seorang saleh berkeliling ke delapan penjuru mengajarkan ilmu. 

Di antara keduanya, aku menghormati jiwa-jiwa yang percaya daulat manusia berjalan hidup dengan daulat alamnya. 

Dan, tragedi berdarah itu baru saja berlalu. Sebuah orde politik kolaps. Orde yang lahir dari tragedi berakhir dengan tragedi. Sejarah dipenuhi amis darah dan dendam, kau berada di salah satu sumbunya. 

Tapi kau tak remuk. Kau pulih dan belajar tumbuh kembali. 

Lalu gempa dan tsunami memaksa (lagi) segala kesadaran luluh lantak, pecah dan mandi air mata dalam berseru: Tuhanku..Sodaraku..Tanah Airku..Ini bukan sekali dan kau akan kembali pulih dari duka lara atau trauma. Aku berdoa untuk itu.

Walau aku mungkin masih mencari-cari orang-orang yang turut tumbuh dalam masa bersemangat itu. Orang-orang yang keras hati, yang tak pernah kerdil nyalinya. Yang menjaga hidup dengan berbagi lagi mengasihi. 

Orang-orang yang diasuh dari kasih tanahmu yang keras. Para sahabat yang tak pernah hancur di depan tragedi. 

[2018]

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun