Membaca riwayat Raja Arthur dalam media sinema tentu harus menyadari "relasi antarteks".Â
Yakni dengan melihat Raja Arthur dalam legendanya yang terus hidup samar-samar di kesadaran bersama manusia Inggris. Kisah Raja Arthur mula-mula muncul dalam buku "History of Britons" karangan Nennius (830 M). Sampai sekarang, keberadaan Raja yang dikisahkan memiliki pedang hebat Excalibur, beraliansi dengan penyihir Merlin dan menegakkan wibawa kerajaan-kerajaan Anglosaxon ini, belum absah secara empiris.
Yang kedua, menyadari jika kisah penguasa kharismatik yang satu ini telah diterjemahkan ke dalam beberapa film. Setidaknya, di tahun 1917 telah ada kisah Arthur dalam judul Knights of the Square Table yang disutradarai Alan Crosland. Sedangkan di periode yang paling dekat sebelum Legend of The Sword, ada tiga film yang dibuat dan dibintangi nama-nama tenar.Â
Pertama, tahun 1981, Excalibur dibintangi Liam Neeson. Lalu tahun 1985, First Knight dibintangi oleh Richard Gere dan tahun 2004 , King Arthur yang dibintangi Clive Owen. Ini belum termasuk yang dibuat ke dalam serial televisi dan film kartun.
Oleh sebab status historisnya yang kental dengan legenda--artinya sosok Arthur dipelihara oleh mitos-mitos dan glorifikasi--maka tafsir atasnya yang diterjemahkan ke dalam medium sinema tidak memiiki "kaidah obyektifitas" tertentu. Sebab sejatinya riwayat Arthur adalah "konsep yang kosong".
Artinya, apa yang dimaknai sebagai legenda Raja Arthur bukan saja tergantung "imajinasi dan sudut pandang sinematik sutradara dan penulis naskah", namun juga yang tak kalah penting adalah: bagaimana sutradara mengontekstualisasikan tafsirnya ke dalam "hidup kekinian".
Di persilangan imajinasi, sudut pandang dan kontekstualisasi kekinian, King Arthur-nya Ritchie ditampilkan lebih progresif. Lebih khusus pada perkara bagaimana pemimpin alternatif diproduksi bersamaan dengan senjakala sebuah rezim. Â
Bagaimana persisnya?
Demistifikasi dan Re-Invensi Arthur
Secara umum, kisah Arthur versi Ritchie dapat dipilah dalam dua periode, pra dan paska-pemberontakan.Â
Dalam masa pra-pemberontakan, ada empat momen/peristiwa penting dalam hidup Arthur yang dikonstruksi oleh Ritchie. Momen pra-pemberontakan inilah yang menjadi inti dari seluruh film. Sisanya hanyalah happy ending.