Susah sekali mencari puisi kali ini.
Sementara kota telah luntur setengahnya
dan nyala lampu jalan
kini menjadi kunang-kunang.
Di bawah lampu
kesendirian itu hanya berbicara
kepada bayangan.
Merayakan hujan turun
diam-diam.
Bagaimana pun dengan
kenangan, ingatan,
hal-hal gembira atau menyakitkan
apalagi kehadiran yang dimana-mana.
Mereka segera menyatu
pada gema lonceng, asap lokomotif atau senja
yang kelam,yang bertahun lama
digulung penantian. Berakhir bisu.
Adapun derak dermaga, deru ombak
dan bau laut adalah musik latar
bagi upacara penghapusan langkah
dari hari-hari panjang yang tak jua pulang.
Semuanya seperti akan
terpisah, berpisah, tak pernah berjumpa
tak bisa bersama.
Semua tidak lagi berkata-kata.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H