When we talk about Juve we talk about a great club, with great history, that is used to winning and continues to stay with a great mentality - (Genaro Gattuso, dalam konferensi pers sebelum final Coppa Italia; Juventus.com)
Cukup dimengerti ketika Don Carlo Ancelotti dan Ruud Gullit memberi dukungan bagi Milan dalam partai pamungkas Coppa Italia, Rabu dini hari waktu Indonesia. Ajang yang terakhir kali dijuarai Milan pada musim 2002-2003.Â
Dukungan agar tidak memberi kesempatan La Vecchia Signora meraih gelar ke 13 sekaligus memecahkan rekor 4 kali juara pada ajang yang mulai sejak tahun 1922 ini secara beruntun. Termasuk dari seorang Pirlo, sosok yang dihormati oleh fans dua klub. Bagi Pirlo, Gattuso adalah pilihan yang boleh dititipi harapan. Katanya seperti dilansir bola sport.com, "Dia kembali memberi jiwa pada AC Milan, memberi mereka semangat tim dan membuat tim bermain dengan sangat baik. Banyak pujian untuknya dan saya berharap malam ini dia bisa mewujudkan mimpinya untuk mengangkat piala."
Sebagai Juventini, saya mula-mula berada dalam dukungan seperti ini. Bahkan, saya berharap Napoli bisa juara musim ini sehingga memberi tahun yang gagal total bagi skuad asuhan Allegri. Sudah 6 musim dan 3 Coppa Italia dibawa pulang tanpa ada satu piala Champions bukanlah pencapaian yang menghapus kerinduan akan Juara Eropa. Tetapi...
Mentalitas
Melihat sorot mata Super Buffon yang menyala-nyala dalam senyuman kala memasuki stadion Olimpico lantas melihat ekspresi Leo Bonucci yang tanpa senyum, saya kira Milan tidak akan banyak berbuat. Paling jauh, memaksakan adu penalti demi uji keberuntungan. Buffon telah memenangkan "psy war" menjelang laga yang disebut Gattuso selayaknya Piala Dunia bagi Milan.
Mengapa ekspresi Bonucci dan Buffon boleh menjadi isyarat jika Milan akan kembali tersungkur?
Keduanya adalah el capitano. Pada diri mereka hidup ideal, hidup sebuah tipe, sebuah contoh. Seorang kapten diharapkan menjadi pemimpin yang boleh melakukan, setidaknya dua fungsi dasar. Pertama, mengkoordinasikan permainan serta, kedua, menjaga motivasi tetap di level "berjuang sampai akhir". Di dalamnya, pelatih berharap semua rencana berjalan sesuai arahan.Â
Dua dari tiga gol yang bersumber dari "bola mati" yang menghancurkan dukungan Don Carlo, Gullit hingga Pirlo menggambarkan bahwa sistem bertahan di bawah komando Bonucci masih rentan kacau. Disempurnakan oleh "pertunjukan horor Donnarumma", Milan kembali gagal memutus hasil buruk dalam 6 pertemuan dimana hanya bisa sekali seri. Sisanya keok. Â
Gol pertama Medhi Benatia adalah contoh dari lolosnya pengawalan. Sementara gol dari sepakan Douglas Costa dan gol kedua Benatia adalah contoh dari buruknya tangkapan Donnarumma. Tangkapan buruk yang disebut "pertunjukan horor": tiga gol terjadi hanya dalam interval menit 56 ke 64 alias 8 menit saja. Kiper yang disebut-sebut paling terdepan sebagai suksesor Buffon ternyata anak muda yang mudah gugup di partai pamuncak. Di pertarungan dimana banyak harapan berseru-seru agar Milan memutus takdir buruk lewat tangan Gattuso.