Pada kamar dengan ranjang berbungkus biru dari langit, dengan jendela dari cakrawala, seorang perempuan kembali dari dalam buku. Mengambil matanya yang rindu. Meredupkan kalimat yang bercahaya. Memungut lelahnya dari halaman-halaman gelisah.
Angin Desember sekadar bermain-main di bingkai senja.
Aku mengatakan bahwa ini sudah waktunya dia kembali. Membiarkan setiap lembar meleburnya kepada inti cerita. Merelakan segala kehadirannya menyatu semesta kisah. Menjadi Ibu Kata, Kekasih yang melahirkan arti dan makna. Memaksa waktu berserah. Terlipat oleh ketak ketukkeyboard tua. Menyelamatkan aku dari petaka.
Perempuan itu tak membalas apa-apa. Senyumnya adalah peristiwa terakhir yang tersisa. Ia menghilang ketika fajar merayapi tanah dan daun-daun tua. Hari-hari akan kembali berjungkir titik titik sepi. Kisah ini terancam mati.Â
Perempuan dari dalam buku memilih meringkus cinta manakala sebuah aku sedang berjuang menjadi buku.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H