Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Layanan Rumah Sakit, McDonaldisasi dan "Yang Laten"

12 September 2017   10:17 Diperbarui: 12 September 2017   16:55 1691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Citizen6 - Liputan6.com

Belum lama berselang, saya menulis satu pengalaman menjumpai rumah sakit lewat sejenis puisi pendek. Puisi yang berjudul Pelajaran dari Rumah Sakit. Sebuah perjumpaan kembali sesudah bertahun-tahun tak pernah melihat dari dekat bagaimana institusi medis modern bekerja. Puisi ini berusaha "sisi yang laten" dari institusi yang makin sentral perannya di era sarat resiko. 

Dalam sosiologi, apa yang disebut fungsi laten dari kehadiran sebuah institusi adalah fungsi yang bekerja tanpa, umumnya, tidak disadari oleh manusia atau (disembunyikan) insitusi itu sendiri. Berbeda dengan fungsi manifes yang disadari atau terumuskan secara resmi. Sehingga, kalau kita bicara tentang rumah sakit maka fungsi manifesnya adalah rumah dimana paramedis bekerja merawat orang sakit, maka yang disebut laten adalah rumah bagi kuasa pengetahuan medis tertentu. 

Atau jika mengambil contoh partai politik, dalam teks resmi dikatakan partai sebagai sarana memperjuangkan kedaulatan rakyat dalam sistem politik, maka yang laten adalah organisasi yang menghimpung orang-orang dengan kehendak berkuasa. Jika pada yang pertama, kedaulatan rakyat ditulis dengan huruf besar, maka yang kedua, posisinya hanyalah selubung kalau bukan ilusi yang diawetkan. 

Soal rumah sakit sendiri, dari kasus kematian bayi Debora, kita seperti ditampar lagi oleh kenyataan bahwa antara layanan kebutuhan dasar, fungsi kemanusian, dan birokrasi medis belum bekerja sebagaimana unit yang melayani. Kita melihar aroma komoditisasi layanan dasar dan sangkar besi birokrasi yang membuat darah mendidih. Sementara kita tahu, sebagai warga biasa yang mengais-ngais hidup ekonomi dengan hasil pas-pasan, kita bisa saja menjadi "daftar korban" berikutnya.

Akan tetapi saya tidak berkeinginan menyoroti kasus yang barusan terjadi itu. Saya hanya sekadar membagikan sedikit permenungan sosiologi tentang gejala dehumanisasi birokrasi dalam menata dan mengatur hidup manusia. Gejala yang mula-mula ditemukan Max Weber dan dikembangkan oleh Ritzer dengan tema yang dijudulinya Mcdonaldisasi Masyarakat. 

Gejala Mcdonaldisasi buah olah intelektual Ritzer boleh menghantar melihat sisi yang laten dari satu institusi yang berhubungan dengan fungsi-fungsi layanan terhadap orang banyak. Jadi bukan terbatas kepada institusi kesehatan, ia juga potensial berkembang pada institusi pendidikan atau institusi hiburan.

Yang Laten: Hegemoni Prinsip Mcdonald (?)

Gagasan Mcdonalisasi telah dirampungkan Ritzer dalam buku yang berjudul The Mcdonaldization of Society (1993). Mulanya berasal dari tulisan essay yang dibuatnya permulaan tahun 1980-an. Essay ini kemudian didiskusikan Ritzer pada kelas-kelas kuliah yang diasuhnya. Antara lain, karena dorongan mahasiswanya, Ritzer kemudian membakukannya sebagai buku. Buku ini diterjemahkannya kedalam beberapa bahasa, seperti Jerman, Korea, Portugis, Hongaria, Italia serta Indonesia (oleh Pustaka Pelajar). 

Penting disadari bahwa moral intelektual Ritzer berdiri pada posisi sosiologi evaluatif, dengan citra-diri sosiolog profetik. Artinya seorang sosiolog yang berusaha menunjukkan sisi destruktif kekuatan-kekuatan sosial yang tersembunyi (laten) bagi masyarakat kebanyakan (awam) demi membangun kesadaran kritis terhadap potensi destruktif tadi (fungsi publik sosiologi).

Pendekatan yang digunakan Ritzer adalah perspektif Weberian yakni menyangkut teori tindakan rasional yang berhubungan dengan keberadaan suatu institusi. Spesifiknya adalah birokrasi. 

Weber sendiri membagi tindakan manusia kedalam dua tipe tindakan rasional, rasional substantif dan rasionalitas formal-instrumental. Rasionalitas substantif diasalkan dari sistem nilai yang "disucikan" atau dari ideal-ideal tertentu, misalnya agama, nilai moral, keyakinan, dalam mencapai tujuan. Tujuan dikendalikan nilai-nilai tadi, yang sekaligus mempertimbangkan cara/alat/metode pencapaian yang dimungkinkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun