Kepala lingkungan itu hanya berkata pelan, "Bapak itu." Tatapannya mengarah ke sesosok 70an tahun yang hidup sendiri di deret belakang pemukiman yang sudah berbatasan dengan dinding sebuah kompleks superblok.Â
Atau, misalnya 'Kebersamaan Duka'.Â
Ini lebih berurusan dengan kematian. Setiap minggu, setiap warga akan dipunguti sumbangan sukarela yang dikumpulkan oleh si pemilik warung sembako. Sumbangan ini akan dibagi peruntukannya untuk membeli peralatan yang berkaitan dengan penguburan, baik berupa kain kafan atau kayu untuk membuat peti mati. Ketika kematian itu datang, seluruh aktivitas di dalam pemukiman akan berhenti. Semua terlibat dalam prosesi pemakaman.
"Bagaimanakah kebiasaan ini dimulai?"
Dan si ibu menjawab yang sama.Â
Pertanyaan siapakah tokoh atau generasi kunci di balik praktik-praktik counter-culture inilahyang menuntunku pada sosok itu, seorang tua yang didesas-desuskan tak bisa lagi menghitung atau mengingat dengan terang seberapa lama ia hidup di tempat ini. Satu-satunya yang ia ketahui, ia tak memiliki sejarah di tempat lain yang bisa diceritakan.Â
Dia seperti legenda yang hidup bersama lupa dengan kebesarannya sendiri. Ini sungguh tema yang menarik untuk diungkap. Tema penting untuk menutup kepingan riwayat dari sejarah tertulis kota dari sumber-sumber resmi.
Tapi deadline itu...Aku harus merampungkan nasibku sendiri. Menelusuri inti kreator yang melahirkan komunitas seperti ini biarlah menjadi target untuk masa dan kewajiban tugas belajar yang lain.
***
Laporan penelitianku berjudul "Desa Dalam Kota: Praktik Komunalisme Counter-Culture" pada akhirnya rampung juga ku kerjakan. Inti dari laporan itu adalah dalam kebiasaan yang mentradisi, selalu ada institusi kunci yang bekerja memasok nilai pada generasi baru dan menjaganya ada pada generasi lama. Sejenis inti budaya yang dinamis dan terus menerus menyesuaikan dengan dinamika kota yang mengepung.Â
Beberapa penguji mengakui bahwa, termasuk kesalahan mereka sendiri, penelitian seperti ini penting. Karena kebanyakan dari penelitian yang dipresentasi untuk mendapatkan pengakuan sarjana strata dua lebih gemar pada tema-tema masa depan atau gejala yang disebut penelitian modern tentang kota-kota.Â