Jelang makan siang. Kota Sampit, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.
Lampu merah itu berada di perempatan. Terletak di ruas jalan paling ramai. Ia seolah urat nadi, menghubungkan lalu lintas warga ke rumah sakit, beberapa pertokoan, gerai ATM, dan rumah makan sedang. Ruas jalan yang selalu hilir mudik, kecuali di akhir pekan atau libur dan malam hari sesudah masuk waktu salat Isya.
Barusan, saya sedang mengantri, menunggu giliran hijau. Di samping sebelah kanan, sebuah motor yang lain sedang mengantri. Di sebelah kiri, seorang ibu dengan motor matic sedang sama menunggu hijau. Lebar jalan itu tak terlalu besar, dengan tiga motor mengantri, sudah terlihat sempit. Artinya, jika ada motor keempat yang memaksa sejajar dengan kami bertiga, maka dipastikan akan sesak.Â
Dalam keadaan mengantri, yang sedang mengalami giliran hijau adalah arus kendaraan yang datang dari arah kiri. Sesudah mereka, maka yang berhadapan dari arah kiri, lampu hijau akan melepas kendaraan yang mulai menumpuk. Dalam situasi inilah, saya terpana bukan main.Â
Bersamaan dengan menyalanya lampu hijau untuk giliran arus dari sebelah kanan, tiba-tiba sebuah motor matic melaju dan melalukan zig zag kecil di samping kiri saya. Seorang ibu, pula. Ia seperti lupa mematian kompor atau mencabut colokan setrika, wuuuuus. Sepersekian detiknya, lepaslah arus dari arah kanan itu dengan si ibu di barisan depan. Ia layaknya Michael Doohan, legenda balap MotoGP dari Australia yang menjadi mentor Valentino Rossi, ngeeeeng.Â
Luaaar biasa! Kalau kata kami di Jayapura, "Ibu, ko saja. Ko sudah. Ko trada lawan. Sumpah ni."
Saya jelas kaget, sebagai pengemudi motor belum bebas sepenuhnya dari trauma tersungkur di tikungan Skyline, Jayapura, yang punya kisah horor, saya tidak lagi seluwes ibu itu kala melakukan manuver zig zag di ruang sempit. Perasaan kedua yang muncul, saya tertawa geli. Teringat meme-meme yang marak di internet tentang ibu-ibu yang membawa motor. Salah satunya, seperti gambar di bawah itu.
[Cocokologi] Renungan
Sekilas, perkembangan alat transportasi yang "lebih ramah" perempuan memang telah membantu banyak hal. Perempuan lebih bisa membereskan urusan-urusan publik tanpa harus menunggu atau menumpang pada jasa tertentu. Terlihat lebih mandiri dan siap berkompetisi di dunia kerja. Singkat cerita, perempuan terbantukan untuk lebih siap menghadapi "balapan di tikungan zaman".
Ini seolah mengatakan model pembagian kerja tradisional dimana perempuan melulu bergumul dengan RSK alias ranjang, sumur dan kasur yang membuatnya "terpenjara" dalam wilayah domestik tak lagi relevan. Perkembangan motor matic telah mendorong runtuhnya batas-batas tradisional--tentu dengan disertai perubahan cara pandang--yang memungkinkan perempuan eksis di wilayah publik. Golongan feminis liberal mungkin setuju dengan perkembangan ini.