Labor sekarang sudah menjadi Gramedia. Di sekolah pun, seingat saya, tidak cukup tersedia bahan bacaan yang dibutuhkan untuk mengembangkan imajinasi anak-anak dan remaja saya saat itu.Â
Alhamdulillah, dalam keterbatasan, Jayapura sudah membangun perpustakaan daerah yang terletak diantara ruang jalan Abepura-Kotaraja. Â
Perpustakaan ini membawa saya berkenalan dengan Asterix dan Obelix, dua pahlawan orang Galia yang menentang imperium Romawi. Komik yang diciptakan tahun 1959 dari buah kreativitas  René Goscinny (naskah) dan Albert Uderzo (gambar) menanam pengertian berbeda tentang orang-orang biasa, suku kecil, yang menolak tunduk dalam dominasi imperium.Â
Asterix dan Obelix juga tidak mewakili karakter hero yang ganteng, cerdas, canggih, dan membawa nilai-nilai besar.Â
Orang Galia hanya ingin merayakan kebebasan mereka, hanya hendak menjadi dirinya sendiri. Tidak boleh ada exploitation de l’homme par l’homme!, kalimat yang menjadi api di lidah Putera Sang Fajar, Soekarno.
Asterix dan Obelix adalah momen pergeseran dalam struktur pengertian setelah era majalah Bobo dan beberapa seri dongeng Nusantara serta komik paling populer saat itu, Tapak Sakti dan Tiger Wong. Dari keduanya, oleh fasilitas perpustakaan, saya pun dibawa bergaul dengan komik Kenji dan Kungfu Boy. Artinya dari kesadaran dongeng Nusantara, ditambahi imajinasi kebebasan Perancis, saya berbaur dengan citarasa kultural Jepang-Tiongkok, dua entitas peradaban yang memiliki satu asal-usul nilai budaya.
Apakah dengan persilangan sedemikian, sejak awal saya telah menyediakan kesadaran dalam semangat kosmopolitanisme--tema yang berpuluh tahun kemudian saya jumpai dalam teks pembaharuan Nurcholis Madjid dan Nusa Jawa Lombard, misalnya--?Â
Tentu saja tidak! Saya baru menyadarinya belakangan. Dan bersyukur, di kota kecil Jayapura, perpustakaan telah menyediakan bacaan yang menyemai nilai-nilai yang kini menjadi kunci dalam wacana globalisasi.
Kedua, TELEPON UMUM KOIN.
Ada dua lokasi telepon umum yang begitu berbekas dalam kenangan.Â
Pertama, yang terletak di depan kantor telkom, yang terletak di ruas jalan yang sama dengan lokasi perpustakaan daerah, kedua, yang terletak di halaman kampus Universitas Cendrawasih, Abepura. Dua telepon umum ini adalah saksi dari kekacauan-kekacauan anak abegeh yang mulai jatuh hati pada lawan jenis. Ia juga saksi dari perilaku "hidup disiplin" (baca: mengurangi duit jajan demi terkumpul koin) demi sebentar percakapan suara melalui kabel yang menjaga perasaan harap-harap cemas, degup-degup gembira. (Halaah).