Nostalgia yang merawat ingatan dan kerinduan abadi di tengah perseteruan politik yang masih jauh dari titik temu penyelesaian dimana kemanusiaan menjadi inti nilai yang dijaga bersama-sama. Nostalgia demi melawan kecemasan.
Pemicu catatan nostalgis ini adalah ketersengatan ingatan jika kota yang disebut Hongkong pada malam hari ini sudah berusia 107 tahun.
Baru sadar kalau pengetahuan saya atas sejarah kota dengan garis pantai yang indah ini terbatas sekali, kalau bukan tergolong dungu. Mengalami masa anak-anak, remaja hingga pergi merantau sesudah lulus SMA, saya malah lebih luwes bercerita kota-kota yang ditemui di perantauan. Mengenaskan!
Menulis nostalgia sejatinya bukan karena sedu sedan romantika, perkara yang kini terbaca sebagai “kerinduan yang berkubang khayalan”. Namun lebih banyak sebagai rangkaian kisah yang menunjukan bagaimana sebuah kota kecil di Timur negeri ini membentuk pribadi manusia dalam kurun waktu tertentu. Singkat maksud, sejenis kesaksian “biografis”.
Maka jika hidup adalah perjalanan panjang mencari makna diri, Jayapura adalah jejak penting ruang budaya yang menghadirkan episode awal yang fundamental; latar belakang yang esensial.
Latar belakang yang andai saja tidak dibentuk Jayapura, saya mungkin tidak pernah memiliki referensi nilai dan jenis tipifikasi pengetahuan seperti yang sering terpantul dalam tulisan-tulisan di Kompasiana. Episode awal yang menyediakan segala ceritanya sebagai momumen diri yang kelak dibaca generasi berikutnya sehingga ia boleh tersambung secara maknawi (historis-hermeneutis) dengan masa lalu pendahulunya..
Apa saja nostalgia itu?
Apa yang penting dari sebuah kota di Timur Nusantara atau tentang sebuah pulau besar yang belum lama ini meramaikan jagad berita dan sosial media karena kelakuan "bikin diri" Freeport? Atau karena Freeport, lantas gairah pada jenis "State and Military -Nationalism" yang memelihara tegak Orde Baru kembali berjaya dan menemukan saluran menunjukkan kedigdayaannya dan lupa pada sejarah DOM?
Ada banyak hal sejatinya yang bisa ditulis ulang dalam kebutuhan ini. Saya memilih tiga arsip kenangan saja.
Pertama, PERPUSTAKAAN.
Jayapura zaman saya SMP hingga SMA di Abepura bukanlah kota dengan fasilitas bacaan yang lengkap. Saat itu tidak ada toko buku yang selalu meng-update publikasi-publikasi terbaru. Internet? Tentu saja belumlah. Satu toko buku yang punya nama adalah toko Labor, terletak di pusat kota Jayapura.