Matahari  sedang bergerak tenggelam.Â
Di halaman sebuah mesjid di komplek Perumnas IV Padang Bulan, Jayapura, ramai anak-anak menghiasi sore yang cerah itu. Mereka bermain ayunan, seluncuran. Ada yang bermain sepeda juga timbang-timbangan.Â
Sebagian besar adalah anak taman pengajian yang bermain bersama dengan anak yang bukan anggota taman pengajian. Tidak ada beda asal usul etno-genetik, tak juga afiliasi keagamaan yang membatasi mereka terlibat di ruang bermain ini.Â
Tawa mereka selalu menjadi penanda datangnya sore di komplek perumahan ini. Seperti masa dimana saya belum pergi merantau.
Tiba-tiba dalam sekejap, keramaian itu berubah sunyi yang mencekam, sunyi karena panik dan ketakutan. Orang tua anak-anak itu datang, dengan wajah panik, menjemput pulang buah hati mereka. Saya melihat pagelaran rasa cinta dan takut yang bergumul di wajah orang tua anak-anak itu. Saya juga melihat ketakutan dari pintu-pintu warga yang serempak ditutup sementara malam belum jua mengajak tidur.Â
Tak butuh waktu lama, halaman masjid lalu sepi. Jalan pun sepi. Kota seperti mati.
Dari jalan kecil yang menghubungkan perumahan ini dengan jalan utama penyambung Abepura ke Sentani, banyak pengemudi kendaraan bermotor yang juga membawa pesan kepanikan. Banyak dari pengemudi motor mencari jalan lain demi tiba selamat di rumah masing-masing. Salah satu dari mereka, dalam paniknya berteriak, "Dong su baku tembak di atas ! Masuk-masuk (rumah)!!"Â
Perumahan ini memang tak jauh letaknya dari lapangan sepak bola Zakeus atau Taboria di masa saya remaja SMP, Padang Bulan, tempat Kongres Rakyat Papua III yang memasang tema ‘Mari Kita Menegakkan Hak-Hak Dasar Orang Asli Papua di Masa Kini dan Masa Depan’ digelar.
Baku tembak?
Hari itu, 19 Oktober, aparat gabungan TNI dan Polri membubarkan kongres rakyat Papua yang ditutup dengan pembacaan deklarasi kemerdekaan. Sehari sebelum kongres yang dimulai tanggal 17 Oktober 2011, aparat gabungan melakukan show of force. 2.200 personil keamanan disiapkan juga beberapa kendaraan pendukung, demikian berita media massa lokal.Â