Akhirnya Jerman menyusul Italia pulang ke kampung halaman. Saya senang.
Pertama, karena mereka Italia tersungkur dan kedua, di skuad utama Perancis ada Evra dan Pogba, penghuni sebelas elemen inti Juventus. Sedangkan di Jerman hanya ada Khedira.
Mari kita langsung saja. Secara taktik, apa yang membuat Jerman kalah? Begini pendapat amatiran saya.
Pertama, taktik mengepung dengan memaksimalkan tekanan dari sayap tidak didukung oleh penyerang setipikal Klose. Muller bukan Klose atau paling tidak mendekati Gomez. Beda tipe kawan. Sebagaimana ketika bermain di level klub, Muller lebih banyak bergerak ke luar daerah kota enambelas. Lewandowski-lah yang menjadi target man.
Kedua, lini tengah Jerman lemah dalam penetrasi dan lupa melepas shooting dari luar kotak enambelas. Kross, Ozil, juga Schweinsteiger memang sukses mendominasi lapangan tengah. Penguasaan bola pun berbanding rata-rata 65:35 milik Jerman tetapi kebanyakan dialirkan ke sayap, sayap dan sayap. Tak ada dari mereka yang melakukan penetrasi ke kotak penalti. Mereka bertiga pun tidak melakukan ujicoba tendangan spekulasi dari luar kota enam belas sementara di depan mata pemain Perancis bertumpuk seperti pasukan Napoleon.
Ketiga, tidak adanya gelandang dengan tipikel perusak arus serangan Perancis yang langsung sering ke jantung pertahanan. Ini bisa jadi dikarenakan tidak adanya Khedira. Atau Schweinsteiger sendiri sejatinya sudah tidak bisa bertarung di level yang ketat dan cepat. Emre Can sendiri, saya kira dia masih harus banyak belajar agar tidak kelihatan seperti kebingungan.
Di barisan belakang, sebenarnya Howedes dan Boateng sudah cukup menciptakan ketenangan. Boateng bahkan beberapa kali melepas umpan jauh ke sayap. Sesudah Boateng cedera dan digantikan, Jerman sebenarnya tidak menciptakan lubang di pertahanan. Masalahnya adalah serangan balik cepat Perancis terjadi ketika Jerman sudah bermain sangat terbuka. Yakni sesudah keluarnya Schweinsteiger. Pogba akhirnya bisa mengirim umpan yang dikonversi Griezmann menjadi gol kedua. Gol di jelang akhir babak kedua yang membunuh asa Der Panzer.
Taktik Loew ini dihadapi Deschamps dengan disiplin bertahan. Sagna dan Evra selama dua kali empat puluh lima menit jarang sekali membalas serangan sayap dengan cara yang sama. Begitu memperoleh bola, Perancis lebih suka langsung mengirim ke depan dengan mengeksplotasi kecepatan Payet dan Griezmann serta kelebihan Giroud dalam duel udara. Pogba yang “aslinya” bukan bertipe gelandang pengangkut air juga lebih banyak bermain agak ke belakang.
Ini tiga kegagalan taktikal Loew pada laga subuh tadi. Tentu saja menurut saya.
Sekarang pertanyaannya apa yang bisa direfleksikan dari tiga kesalahan taktikal Jerman ini?
Melihat Pergulatan Dua Filosofi