Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Ditinggal Puisi

4 April 2016   22:20 Diperbarui: 5 April 2016   01:38 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="metal heart | crumbledwings.deviantart.com"][/caption]Malam ini, saya tidak bekerja
hanya bercengkrama dengan puisi. Puisi yang memiliki sayap.
Dia mengajak perasaan terbang kesana kesini.
Sesekali hinggap pada teduh rindu,
dua kali terjerat getir jelata,
tiga kali dihimpit sesak ironi,
empat kali tertembak humor. Terbahak-bahak. Lalu lelah.

Sesudah lelah terbahak, puisi bertanya kepada saya: kau masih mau merelakan perasaanmu kubawa terbang?
Saya sudah lelah, besok saja. Besok malam kau kerja, kata puisi.
Saya memang harus kerja, tegas saya. Hidup saya berjalan, bukan terbang dan hinggap.

Puisi tidak lagi meminta. Mengepak sayapnya dan terbang kembali ke sangkar buku. Kembali kepada kertas kuning dan kusam yang tak pernah disetubuhi mata.

Saya kini sendiri di depan cermin
Menatap ke dalam mata yang kembali kering
Oh Tuhan, mata saya telah berwarna kuning dan kusam
seperti puisi yang kembali ke dalam halaman buku
tertimbun debu

Malam ini saya tidak bekerja. Saya juga ditinggal pulang puisi.
Jika malam ini saya mati, tolong bawakan puisi ke pusara saya setiap sepi

 

[2016]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun