Ada maklumat, ia datang dari balik asap.
Isinya pasal, pasal, lalu pasal. Di dalam pasal, isinya kurungan dan denda, yang murah 5 juta, yang mahal 10 milyar. Tentu dalam mata uang rupiah. Maklumat itu ditempel di depan pintu.
Lupa pergi kesana, berdiri lama-lama, membaca.
Mulanya bukan maklumat itu, tapi di sampingnya. Ada sebuah poster besar, bergambar dua orang berdasi dan kopyah, tersenyum, giginya bersih sekali, lebih dari yang asli. Senyumnya manis sekali, melampaui dari yang palsu.
“Pilih SEHATI; Membangun Dengan Hati, Padamu Negeri, Kami Berjanji”. Ah, seingat Lupa, Opa Kusbini tidak ikut Pilkada, hanya pernah bikin sekolah musik, kenapa juga ia hendak dibangkitkan dari kuburnya?
Lupa baca terus jalinan kata-kata di poster itu.
“Pilih SEHATI; Membangun Dengan Nurani, Padamu Negeri, Kami Berbhakti”. Aiih!!, masih seingat Lupa, Opa Kusbini tiada pernah ikut kampanye. Ia tidak bernyanyi untuk cari suara. Mengapa hendak dihidupkan kembali?
Lupa baca lagi, turun dibagian terakhir pada kata-kata di poster itu.
“Pilih SEHATI; Membangun dengan Inspirasi, Padamu Negeri Kami Mengabdi”. Lhoo!!, ini benar-benar cari perkara sama Opa Kusbini. Orang sudah lama mati, masih dibawa-bawa urusi politik. Mengapa tidak mencari yang masih bernyanyi, Bon Jovi mungkin ?
Lupa masih membaca lagi, pada bagian paling bawah kata-kata di poster tersebut.
“Pilih SEHATI; Membangun dengan Melayani, Padamu Negeri Jiwa Raga Kami”. Walaah!!, ini sudah memanggil masalah. Opa Kusbini kan sudah lama pulang. Masih saja ada yang suka menumpang kharisma kata-katanya. Sewa yang kreatif sedikit, konsultan dari Rusia gitu kek?