Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Menjumpa Kata dan Siapa Saya

8 September 2015   20:31 Diperbarui: 8 September 2015   20:39 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Jika kami bunga,
Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama,
Dengan keyakinan engkau harus hancur
Dalam keyakinan kami dimana pun
Tirani harus tumbang
[dari Wiji Thukul, Bunga dan Tembok]

Satu yang menarik-narik untuk mendekati kata yang langsung pada kepentingannya. Ia mengurangi untuk manja atau sekedar memelihara galau rindu yang meminta bertemu, padahal ia hidup dalam pelarian dan persembunyian. Kata-katanya adalah sebuah tekad, sebuah ekspresi keras hati dan keberanian. Kata yang menolak tunduk, apalagi takluk. Kata-kata yang membuat politik bekerja seribu kali untuk memaksa bungkam.

Saya menjumpai kata-kata ini di jalanan, pada keringat yang bergumpal-gumpal, keluar dari pabrik atau pun sawah-sawah gersang. Saya takjub, kata bisa begitu menangkap keresahan dan kemarahan yang mengendap di dalam gemuruh mesin dan pekatnya lumpur sawah lalu membawanya ke pusat perhatian.

Oleh jumpa ini, dada gemuruh luar biasa, ada energi hebat yang tertanam di dasarnya : kebenaran tidak boleh bungkam. Tapi, saya tahu, jumpa ini tiada akan pernah menyudahi perkelanaan. Maka, saya melanjutkan lagi berkelana mencari kata-kata untuk menemukan siapa saya.

Kemudian saya pergi, berjalan mencari jejak kata dimana konon kata terlanjur menanggung beban berat yang membelenggu. Kabarnya, sebuah kata yang berusaha untuk bebas, merdeka, dan, mungkin juga hadir di luar kelaziman bahasa (normalitas). Saya berjumpa kata yang hendak bebas, kata yang memilih berkawan dengan mantra !

Simaklah bait berikut barang sebentar saja, dengan tenang :

Sepisau luka sepisau duri
sepikul dosa sepukau sepi
sepisau duka serisau diri
sepisau sepi sepisau nyanyi
[dari Sutardji Colzoum Bachri, Sepisaupi]

Saya menemukan kata yang menyihir, bukan sekedar “ganjil”. Kata yang mendesak-desak keluar dari yang lazim, yang terlanjur berbentuk dan mungkin juga beku kaku. Sehingga jejaknya di dalam rasa berangsur-angsur menjadi tawar pula.

Pada kata yang dikembalikan sebagai mantra ini, saya terhunyung limbung. Menjadi sadar jikalau kata-dalam-puisi bisa menjadi palu untuk dekonstruksi: membongkar kembali struktur yang memenjara kata. Bukan perkara mudah.

***

Sampai disini, saya ingat kembali, jumpa dengan kata dalam bait-bait yang begitu lincah membuat benda-benda begitu bernyawa, sebuah kata yang diabadikan untuk melayani kegetiran yang tulus namun tetap indah. Juga menjumpai kata yang begitu keras menentang kehendak kuasa untuk membungkam; sebuah kata yang secara sengaja dan telanjang hadir untuk memberontak. Dan, saya menjumpai kata yang bergerak kembali sebagai mantra : asing, magis, namun, kudus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun