Tanpa panjang lebar, saya terus bilang, "Jokowi saja." "Kenapa?" tanya mereka lagi. "Kalau Jokowi jadi presiden, kita boleh berkhayal anak-anak kita suatu saat boleh jadi presiden. Jokowi bukan keturunan jenderal tentara, dia juga bukan anak orang kaya. Dia orang biasa, pernah juga hidup di pinggir sungai."Â
Saat bilang begini ke mereka, saya jadi ingat sindiran kaum strukturalis bahwa reproduksi elite politik negeri ini pusarannya hanya di GAM.Â
GAM itu singkatan dari Geng Anak Menteng. Yang jadi presiden atau pejabat negara--alias inti elite nasional--yang ayah atau kakeknya pernah tinggal di Menteng, Jakarta Pusat. Sederhana saja kan alasan saya, Pak Presiden?Â
Tapi, sebagai eks-penduduk pinggir sungai, saya rasa Anda paham? Ini soal pengharapan.Â
Pengharapan bukanlah menunggu ketidakmungkinan, pengharapan juga bukan sikap pasif terhadap ketidakpastian. Pengharapan adalah kemampuan merangkul dan menghidupkan asa sekaligus keberanian mewujudkan cita-cita di tengah pesimisme yang meluas. Pengharapan adalah keyakinan bahwa masa depan yang cerah itu masih mungkin.Â
Dalam kampanye aktivis antiglobalisasi: Another World is Possible! Dalam konteks kita akhir-akhir ini, Pak Presiden, ada harapan, dengan terpilihnya Anda, generasi pemimpin di Indonesia tidak melulu dari GAM-itu, seolah-olah di negeri yang sangat plural ini, kita tidak memiliki alternatif.Â
Kami juga berharap Anda dapat menjadi pemimpin yang mewujudkan cita-cita kemerdekaan, itu saja. Tidak usah merujuk ke macam-macam ideologi yang pada akhirnya hanya menjadi 'selubung' bagi manipulasi kekuasaan.Â
Kegaduhan politik karena perseteruan lembaga penegak hukum ini sudah menciptakan kecemasan. Nuansa politisasi begitu kental sejak awal.Â
Lalu, sampai kapan hal ini akan terus menjadi bola pantul opini yang ditendang ke sana ke sini oleh politisi dan media massa? Politisi dari partai Anda bahkan memprovokasi dengan bilang ini saatnya Anda dan JK dimakzulkan! Apakah partai Anda dan Anda sendiri sedang merancang implosi politik yang tidak disadari?Â
Atau, sejatinya dalam gerak politik yang tidak bisa kita baca dengan hanya mengonsumsi media massa, Anda dan koalisi pengusung hanya sedang 'mengukur kemungkinan gempa politik?'Â
Pak Presiden, semua mata, juga mata internasional, sedang melihat jalan apa yang akan Anda tempuh untuk keluar dari kemelut ini, Pak Presiden. Pendukung Anda yang sudah mulai memaki-maki itu juga tidak mau popularitas Anda hanya jadi kartu masuk mengatur istana negara dan melayani kepentingan koalisi.Â