Mohon tunggu...
Tutur Wijaksono
Tutur Wijaksono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UMM

Mahasiswa FEB

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Prinsip Umum dalam Kebijakan Pajak

25 Juli 2022   18:15 Diperbarui: 25 Juli 2022   18:23 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam konteks ini pemerintah harus mapu mengatasi pendapatan masyarakat yang sedikit,sementara pengeluaran yang semakin meningkat yang dapat mengakibatkan hambatan fiskal. Dalam hal ini mengingatkan pendapatan tetap merupakan fungsi pajak yang paling penting karena berfungsi sebagai sarana utama untuk membiayai barang publik seperti pemeliharaan hukum dan ketertiban dan insfrastruktur publik.Dengan asumsi tingkat pendapatan tertentu yang perlu ditingkatkan yang tergantung pada kebijakan ekonomi dan fiskal yang lebih luas dari negara yang bersangkutan. Ada sejumlah pertimbangan kebijakan pajak yang luas secara tradisional memandu pengembangan sistem perpajakan seperti

1.Netralis: Dalam hal ini perpajakan harus mampu untuk dapat netral dan adil antara bentuk kegiatan bismis. Pajak yang netrak akan berkontribusi pada efesiensi dengan memasatikan nahwa alokasi alat-alat produksi yang iptimal tercapai. Netralis yang dimaksudkan dalam hal ini adalah sistem pajak dinilai dapat memberikan peningkatkan pendapatan sambil meminimalkan diskriminasi yang mendukung, atau menentang, pilihan ekonomi tertentu. Ini menyiratkan bahwa prinsip perpajakan yang sama harus berlaku untuk semua bnetuk bisnis, sambil menangani fitur-fitur khusus yang dapat merusak penerapan prinsip-prinsip tersebit secara setara dan netral.

2. Efisiensi: Efisiensi diartikan bahwa adanya biaya kepatuhan terhadap biaya bisnis dan administrasi untuk pemerintah sehingga dapat diminimalkan sejauh mungkin.

3. Kepastian dan Kesederhanaan: Dalam hal ini,perlu adanya aturan perpajakan yang jelas sehingga dapar dengan mudah dimengerti sehingga wajib pajak mengetahui posisi mereka. Selain itu dalam sistem perpajakan tersebut dapat dengan mudah dipahami oleh individu dan mereka dapat melakukan kewajiban mereka. Hal ini juga mengabitkan bisnis ataupun individu lebih mungkin untuk dapat membuat keputusan yang sesuai sehingga pilihan kebijakan tersebut sudah sesuai. Kompleksitas juga mendukung berbagai rencana pajak yang cukup agresif yang dapat membuat terjadinya kerugian untuk perekonomian itu sendiri.

4. Efektivitas dan keadilan: Dalam hal ini, perpajakan ini harus mampu untuk menghasilkan jumlah pajak yang sesuai dan waktu yang dibayarkan juga sesuai, sambil menghindari pajak berganda dan non-pajak yang tidak disengaja. Selain itu, potensi penghindaran dan penghindaran harus diminimalkan. Jika ada golongan wajib pajak yang secara teknis dikenakan pajak, tetapi tidak pernah diharuskan membayar pajak karena ketidakmampuan untuk menegakkannya, maka masyarakat pembayar pajak dapat melihat pajak tersebut. sebagai tidak adil dan tidak efektif. Akibatnya, penegakan praktis aturan pajak merupakan pertimbangan penting bagi pembuat kebijakan. Selain itu, karena mempengaruhi kolektibilitas dan administrasi pajak, keberlakuan sangat penting untuk memastikan efisiensi sistem perpajakan.

5. Fleksibilitas: Dalam hal ini, sebuah sistem perpajakan dinilai harus mampu untuk fleksibel sehingga dapat mengikuti berbagai perkembangan teknologi dan komersial. Dalam hal ini, penting bahwa memiliki sistem perpajakan yang fleksibel karena agar dapat dengan mudah memenuhi hal yang dibutuhkan untuk pendapatan pemerintah sehingga  dapat beradaptasi dengan perubahan kebutuhan secara berkelanjutan. Ini berarti bahwa fitur struktural dari sistem harus tahan lama dalam konteks kebijakan yang berubah, namun cukup fleksibel dan dinamis untuk memungkinkan pemerintah merespons sebagaimana diperlukan untuk menyelaraskan berbagai perkembangan teknologi serta komersial, dengan mempertimbangkan bahwa perkembangan di masa depan seringkali akan sulit untuk dicapai. Salah satu pertimbangan yang penting dalam kerangka kebijakan pajak adalah pemerataan.

Dalam hal ini, ekuitas sendiri memiliki elemen penting yaitu pemerataan horizontal dan pemerataan vertikal. Pemerataan horizontal sendiri dilihat sebagai hal bahwa wajib perlu untuk menanggung beban pajak yang sesuai dengan jumlahnya (OECD, 2001). 

Sementara pemerataan vertikal ini dilihat berbeda antara satu dengan lainnya karena pembayar pajak ini harus mampu membayar bagian yang lebih besar dari beban pajak sebagai bagian dari pendapatan mereka. Dalam praktiknya, interpretasi ekuitas vertikal tergantung pada sejauh mana negara ingin mengurangi variasi pendapatan dan apakah itu harus diterapkan pada pendapatan yang diperoleh dalam periode tertentu atau pendapatan seumur hidup. Ekuitas secara tradisional disampaikan melalui desain pajak pribadi dan sistem transfer.

Ekuitas juga dapat merujuk pada ekuitas antar negara. Sebagai sebuah teori, ekuitas internasional berkaitan dengan alokasi keuntungan dan kerugian nasional dalam konteks internasional dan bertujuan untuk memastikan bahwa setiap negara menerima bagian yang adil dari pendapatan pajak dari transaksi lintas batas. Prinsip kebijakan perpajakan kesetaraan antar negara telah menjadi pertimbangan penting dalam perdebatan pembagian hak perpajakan antara negara sumber dan negara tempat tinggal.

Daftar Pustaka

 

OECD (2001), Taxation and Electronic Commerce-Implementing the Ottawa Framework Conditions, OECD Publishing, Paris, http://dx.doi. org/10.1787/9789264189799-en.

Rohatgi, R. (2005), Basic International Taxation, Volume I: Principles, Second Edition, Richmond Law and Tax Ltd, United Kingdom

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun