Mohon tunggu...
Alisia Larasati
Alisia Larasati Mohon Tunggu... -

writer, like futurolog, like Freedom, anti koruptor ... Senang membangunkan Serigala yang sedang tidur, Follow my twiiter @tutihand_

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mozaik Politik Edhie Baskoro Yudhoyono

23 Agustus 2014   16:14 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:46 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14087592691496330633

Pic. sosok.kompasiana.com

"Kesuksesan adalah hasil dari kerja keras dan ketekunan yang berkelanjutan"  (EBY)

Sejumlah orang beranggapan terjun ke dunia politik adalah terjun ke wilayah yang abu-abu, dimana antara benar dan salah menjadi tersamarkan. Bagi Edhie Baskoro Yudhoyono atau yang diakrab dipanggil Ibas, terjun ke dunia politik adalah pilihan untuk memberikan sumbangsih pemikiran, ide-ide dan pengabdian untuk berbakti pada masyarakat dan negara.

Tentu saja bukan pilihan yang mudah bagi Ibas sebagai putra bungsu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk memutuskan ikut bergelut di dunia yang penuh tantangan ini. Membawa nama besar keluarga Yudhoyono pastinya menjadi tantangan tersendiri. Mungkin banyak orang beranggapan, fasilitas dan kemudahan dalam berbagai hal kerap melekat untuk anak Presiden seperti Ibas, termasuk kemudahan untuk meraih kepercayaan masyarakat yang akan diwakili Ibas di DPR-RI.

Ibas ingin berbagi keyakinan dan nilai-nilai yang dipegangnya dalam melakukan aktifitas politik sebagai jalan yang dipilihnya sebagai prinsip hidup. Ibas percaya, kesuksesan adalah hasil dari kerja keras dan ketekunan yang berkelanjutan karena tidak mudah memperoleh hasil kalau tidak dibarengi dengan pemikiran, usaha dan ketekunan.

Sejak kecil, Ibas diajarkan keluarganya tentang nilai-nilai perjuangan, kerja keras, disiplin, pengabdian serta kesetiaan pada keluarga, masyarakat dan negara. Dididkan yang 'keras' tentu saja didapatkan dari ayahnya yang background militer, apalagi didarahnya mengalir darah kakeknya yang juga berasal dari militer, Sarwo Edhie Wibowo. Kakeknyalah yang memilihkan nama Edhie Baskoro, yang diambil dari dunia pewayangan. Baskoro berarti senjata pamungkas, sinar matahari atau sumber kehidupan. Melalui masa kecilnya yang tinggal dibeberapa kota, sesuai dengan tempat tugas ayahnya yang kala itu masih menjabat menjadi prajurit TNI. Sejak kecil, Ibas dan kakaknya sudah dibiasakan kedua orang tuanya untuk dapat mengutarakan pendapat sekaligus menerima pendapat orang lain.

Pada tahun 2002, Ibas secara resmi bergabung menjadi anggota Partai Demokrat. Ibas kemudian mendeklarasikan kesiapannya untuk membawa partai berlambang bintang ini semakin maju setelah diberi kesempatan untuk aktif memimpin sebagai Ketua Bidang kaderisasi DPP Partai Demokrat di tahun 2005, beliau juga aktif di FKPPI sebagai ketua yang membidangi kegiatan sosial dan olahraga.

Pada awal 2009 lalu, Ibas dan rekan-rekannya di Partai Demokrat mengambil sikap dan mengawali perjuangan di Dapil VII Jawa Timur sebagai calon wakil rakyat. Kabupaten Pacitan, Trenggalek, Magetan, Ponorogo, dan Ngawi menjadi saksi bagaimana Ibas memperkenalkan program-program yang dicanangkan untuk membangun daerah tersebut. Hasilnya, sebanyak 327.079 suara saat itu berhasil diraih sebagai bukti dukungan masyarakat kala itu. Secara nasional, capaian raihan suara Ibas mengungguli kader muda partai lain yang lebih dahulu muncul atau politisi senior yang sudha berkali-kali mengikuti pemilihan umum.

Ibas juga intens menyuarakan program-program pro rakyat pemerintahan SBY didapilnya, sebagai bentuk dukungan terhadap kinerja dan apresiasi terhadap capaian-capaian pemerintahan pimpinan Presiden SBY. Tidak mudah menjalankan misi politik yang diemban putra Presiden ini, banyak kritikan dan fitnah yang mengiringi perjalanan dan karir politiknya, termasuk fitnah dalam kasus hambalang. Namun semuanya ditanggapin dengan tetap menegakkan penegakan nilai-nilai hukum. Ibas bahkan meminta penegak hukum untuk bertindak profesional dan siap dipanggil kapan saja sebagai saksi, baca disini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun