Mohon tunggu...
Tuti Alawiyah Burhani
Tuti Alawiyah Burhani Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti dan Staf Pengajar

Menelaah isu-isu sosial, keagamaan, dan kemasyarakatan untuk kesejahteraan sosial dan kemaslahatan bersama.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Refleksi" Kasus Lilis Lisdawati: Korban salah tangkap di Tangerang yang Meninggal karena Depresi

18 Desember 2011   21:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:05 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar: Tulisan ini saya buat pada 3 Desember 2011. Saya upload kembali di forum Kompasiana siapa tahu ada yang tertarik dengan isu perda-perda yang bermunculan di beberapa daerah di Indonesia sejak tahun 200an. Terakhir kita mendengar kasus penggundulan di Aceh oleh polisi syariah.

Saya kaget sekali mendengar kalau Lilis Lisdawati, korban salah tangkap akibat Perda No 8/2005 di Kota Tangerang meninggal dunia. Sebelum saya ke US tahun 2007, sempat melakukan penelitian tentang perda-perda syariah bersama teman-teman di CSRC UIN Jakarta. Saya kebetulan meneliti perda di daerah Tangerang. Dan saat itu, saya mendengar ada korban salah tangkap. Ketika mendengar Lilis meninggal tahun 2008 karena depresi, ada beberapa hal yang mengusik pikiran saya. Notes ini saya buat karena membaca email di milis tentang pemutaran film perempuan dan ruang publik yang akan diselenggarakan di Salihara, Jakarta: http://salihara.org/event/2011/10/21/pemutaran-film-perempuan-dan-ruang-publik.

Tertarik dengan isu yang diangkat di film tersebut, salah satunya memotret bagaimana Perda-Perda yang marak di tahun 200an mendiskriminasikan perempuan dan berakibat fatal pada korban seperti yang terjadi pada Lilis. Saya kemudian membaca laporan Komnas Perempuan seperti yg diberitakan di Leimena Institute. Dalam laporan tersebut, tertulis

"Lilis menggugat walikota Tangerang karena menjadi korban salah tangkap. Gugatan ini ditolak Pengadilan Negeri Tangerang. Gugatan Lilis semakin tidak mendapat perhatian setelah Mahkamah Agung menolak permohonan uji materi oleh masyarakat Tangerang atas Perda tersebut. Alasannya, Perda itu telah dirumuskan sesuai dengan proses yang disyaratkan. Pemerintah Kota Tangerang juga tidak melakukan upaya untuk merehabilitasi nama baik Lilis".

Membaca kutipan di atas, ada beberapa pertanyaan yg belum bisa saya jawab seperti "mungkinkah atas kemauan dan kemampuannya sendiri Lilis bisa menggugat seorang walikota? Mengingat latar belakang Lilis, seorang pegawai restoran, tidak terbayang bagi saya ia bisa menggugat walikota sendirian. Pertanyaan lain, apakah kematian Lilis yg disebabkan depresi adalah efek dari penahanan-nya atau efek dari berbagai masalah (sosial, hukum, ekonomi) yang menjadi ikutan dari diblow-upnya kasus penahanan Lilis oleh media dan oleh pihak lain yg berkepentingan? Saya membayangkan, ketika kasus Lilis diteruskan ke persoalan "menggugat walikota", ini bukan urusan mudah dan media akan kembali memberitakan kasusnya yg kemudian membawa pengaruh pada persoalan yg berlarut-larut.

Pertanyaan saya berikutnya, adakah perlindungan dan pendampingan yang memadai terhadap korban? Apakah kita sudah memerhatikan kebutuhan korban termasuk kebutuhan dasar, support sosial dan emosional ketika ia didampingi utk menggugat walikota? Seperti disebutkan diberita2, dia harus berpindah2 tempat tinggal, terlilit hutang, diberhentikan dari pekerjaan dan lain2 yang membuat kondisi korban depresi. Saya tidak tahu apakah ikhtiar untuk membantu dan mendampingi korban justru bisa berakibat kontradiktif karena kurang/tidak memerhatikan kebutuhan dan kesiapan fisik dan psikis korban.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun